kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.305   -5,00   -0,03%
  • IDX 6.832   -37,03   -0,54%
  • KOMPAS100 989   -6,89   -0,69%
  • LQ45 760   -4,16   -0,54%
  • ISSI 222   -0,69   -0,31%
  • IDX30 392   -3,26   -0,83%
  • IDXHIDIV20 456   -5,40   -1,17%
  • IDX80 111   -0,56   -0,51%
  • IDXV30 113   -1,23   -1,08%
  • IDXQ30 127   -0,89   -0,69%

HBA dibuka melemah di 2020, harga batubara diprediksi masih sulit rebound


Selasa, 07 Januari 2020 / 18:27 WIB
HBA dibuka melemah di 2020, harga batubara diprediksi masih sulit rebound
ILUSTRASI. FILE PHOTO: An excavator operates at the coal terminal in Montoir-de-Bretagne near Saint-Nazaire, France July 12, 2019. REUTERS/Stephane Mahe/File Photo


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara yang tercermin dalam Harga Batubara Acuan (HBA) dibuka melemah di awal tahun 2020 ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok HBA Januari sebesar US$ 65,93 per ton atau turun tipis 0,55% dibandingkan HBA Desember 2019 yang tercatat US% 66,3 per ton.

Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, fluktuasi harga bulanan di bawah 2% masih terbilang wajar.

 Apalagi HBA terbentuk dari rerata empat indeks harga batubara, yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 GAR.

Baca Juga: Harga Batubara Acuan (HBA) tahun 2020 dibuka merosot ke US$ 65,93 per ton

Namun, melihat kondisi pasar saat ini, Singgih memprediksi harga batubara masih akan sulit membara di sepajang tahun ini. Singgih menjelaskan, ada sejumlah alasan mengapa harga batubara akan sulit melambung (rebound) di tahun 2020.

"Pola rebound harga batubara di kuartal pertama, bahkan di sepanjang 2020 tidak mudah. Banyak dasar rebound harga ini bukan hal yang mudah dalam waktu cepat," kata Singgih kepada Kontan.co.id, Selasa (7/1).

Pertama, Singgih menekankan, mengenai pola pasar ekspor batubara Indonesia yang masih bersandar kepada China dan India.

Menurut Singgih, sensitifitas kebijakan dari kedua negara tersebut dalam mengelola produksi batubara di dalam negerinya memberi pengaruh yang sangat kuat atas ketidakpastian bagi pasar dan harga di Indonesia.

Baca Juga: United Tractors (UNTR) targetkan jual 2.900 alat berat, simak rekomendasi analis

Kedua, Singgih juga menyoroti maraknya substitusi batubara ke energi alternatif, khususnya gas. Singgih menilai, kondisi itu juga berpengaruh terhadap pembentukan pasar dan harga batubara.

"Bagaimana pun itu juga mempengaruhi. Jadi untuk rebound harga batubara ialah bagaimana menjawab kebijakan sensitifitas Cina atas impor juga arah harga dan pasar gas," ujar Singgih.

Ketiga, sambung Singgih, permintaan batubara di tahun 2020 diprediksi hanya akan tumbuh tipis dibandingkan volume 2019. Sebaliknya, pertumbuhan produksi batubara Indonesia akan lebih tinggi dibanding pertumbuhan permintaannya.

"Potensi pertumbuhan demand untuk pasar batubara Indonesia tidak sebesar pertumbuhan produksi batubara Indonesia," sebut Singgih.

Alhasil, kondisi oversupply bisa terus berlanjut. Melihat kondisi tersebut, Singgih memprediksi rerata harga batubara untuk tahun 2020 tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu, yakni berkisar di angka US$ 70 hingga US$ 80 per ton.

Baca Juga: Percepat pembangunan PLTU, Toba Bara (TOBA) siapkan capex US$ 160 juta

"Berat untuk dapat terangkat sampai ke US$ 80. Fluktuasi indeks dengan besaran 1%-2% normal akan terjadi," terangnya.

Tak jauh beda, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif juga memprediksi harga batubara masih akan sulit bergerak naik di tahun ini. Bahkan, Irwandy memprediksi harga bisa berada di kisaran US$ 60 - US$ 80 per ton.

Ketidakseimbangan antara pertumbuhan produksi dan juga permintaan menjadi penyebabnya. "Prediksi harga di 2020 belum akan berbeda dengan 2019. Faktor besarnya supply dan demand," ungkap Irwandy.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia juga mengamini bahwa kondisi pasar yang oversupply membuat harga batubara masih tertekan. Menurut Hendra, oversupply datang dari Indonesia dan Australia.

Baca Juga: Tahun ini, Bumi Resources (BUMI) alokasikan capex US$ 50 juta - US$ 60 juta

Namun, Hendra optimistis, pergerakan harga dan pertumbuhan permintaan di bulan-bulan berikutnya akan membaik. "Sementara demand masih lemah. Kemungkinan kondisi ke depan akan lebih baik," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/1).

Hendra menuturkan, kendati besarannya tidak signifikan, namun permintaan batubara akan tumbuh di tahun ini. Hendra bilang, pertumbuhan tersebut dipicu oleh peningkatan kapasitas pembangkit batubara di kawasan Asia, khususnya Vietnam, dan termasuk juga Indonesia.

"(Pertumbuhan permintaan batubara) masih didorong kebutuhan power plant," sambungnya.

Dengan itu, Hendra memproyeksikan rerata harga batubara di tahun ini bisa terjaga di atas US$ 70 per ton. "Karena demand meningkat, kami berharap harga bisa di atas US$ 70," ungkapnya.

Baca Juga: BUMI menargetkan produksi batubara 2020 naik 5%

Dalam catatan Kontan.co.id, HBA tahun 2019 memang mengalami penurunan. Rerata HBA dari Januari-Desember 2019 hanya mencapai US$ 77,89 per ton, lebih mini dibanding rerata HBA tahun 2017 yang sebesar US$ 85,92 per ton, dan HBA tahun 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton.

Sejak September 2018, tren harga batubara memang tertekan. Bahkan HBA Oktober menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir.

Sejak September 2018, HBA nyaris selalu menurun dan hanya tiga kali mencatatkan kenaikan yang tipis secara bulanan, yakni pada bulan Agustus, November, dan Desember.

Terkait oversupply, produksi batubara nasional tahun 2019 memang kembali melonjak dari target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Siap Alihkan 330,29 Juta Saham Treasuri

Menurut data dari Kementerian ESDM yang belum terkonsolidasi dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah, realisasi produksi batubara hingga akhir tahun 2019 mencapai 590,36 juta ton.

Jumlah itu setara dengan 120,55% dari target sebesar 489,73 juta ton. Lebih tinggi dari realisasi produksi batubara nasional tahun 2018 yang mencapai 557,77 juta ton. Pada tahun 2018, realisasi produksi juga melonjak hingga 115% dibanding target RKAB tahun itu yang berada di angka 485 juta ton.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa target produksi batubara pada tahun 2020 ini akan berada di kisaran 530 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×