Reporter: Filemon Agung | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Royal Dutch Shell pengelola hak partisipasi atau Participating Interest (PI) Blok Masela sebanyak 35% dikabarkan bakal hengkang dari Lapangan Gas Abadi itu.
Mengutip energyvoice.com Shell mengincar dana senilai US$ 2,2 miliar dari proses divestasi 35% hak partisipasinya itu. Besaran angka itu dipaparkan oleh lembaga riset Rystad Energy.
Kendati demikian, Rystad memperkirakan akan sulit bagi Shell mendapatkan pembeli sekalipun Proyek Masela yang terletak dekat dengan pasar Asia. Terlebih lagi, Blok Masela belum memasuki fase pengembangan.
Direktur Penelitian Asia Pasifik Wood Mackenzie Andrew Harwood menjelaskan, kabar mundurnya Shell bukanlah hal baru pasalnya 2019 silam isu yang sama sempat beredar. Namun, rencana pelepasan hak pastisipasi itu dianggap jauh lebih kompleks dari isu sebelumnya
Baca Juga: Shell hengkang, Inpex optimistis proyek Masela tetap berlanjut
Memang, pada tahun 2019 itu, Shell dikabarkan hengkang dari Blok yang ada di Maluku itu. Namun Kemudian di tahun yang sama, Inpex selaku operator berhasil memperoleh persetujuan rencanan pengembangan (PoD) yang baru serta insentif fiskal untuk meningkatkan keekonomian proyek.
"Ada lebih banyak substansi di balik berita kali ini, dengan keputusan Shell baru-baru ini untuk menuliskan nilai portofolio hulu mungkin menandakan review portofolio yang lebih luas," ujar Andrew, dikutip Jumat (17/7).
Sementara itu, Direktur pelaksana Konsultan Hulu Molyneux Advisors yang berbasis di Perth Simon Molyneux menilai Proyek Masela memiliki biaya pengembangan yang tinggi serta ada tantangan teknis yang akan dihadapi calon pembeli hak pastisipasinya Shell.
"Ada tantangan teknik. Indonesia adalah yurisdiksi yang rumit dan operator tidak memiliki warisan penyampaian (gagasan) proyek yang kuat,” tutur Simon.
Baca Juga: Pemerintah Ingin Royal Dutch Shell (Shell) Bertahan di Blok Masela
Ia pun memprediksi Japan Inc bakal masuk menggantikan Shell. Selain itu, tak menutup kemungkinan pemerintah Indonesia bakal membuka diri terhadap investor negeri tirai bambu, Cina.
Bahkan menurut Simon, ia memprediksi minim kemungkinan perusahaan migas barat yang akan masuk, bahkan Pertamina bisa jadi opsi pembeli hak pastisipasi paling terakhir. Simon juga berspekulasi mengenai kemungkinan Mitsubishi untuk masuk terlebih melihat sepak terjang Mitsubishi secara umum di Indonesia.
"Untuk operator yang mungkin mengajukan penawaran, saya memperkirakan Total, Chevron atau tetap Shell," jelas Simon.
Pelepasan rampung tahun 2021
Harwood menambahkan, Inpex sendiri berharap calon pengganti Shell jika nantinya benar-benar hengkang maka adalah perusahaan yang memiliki kapabilitas dan kemampuan pemasaran LNG seperti Shell.
Harwood pun menilai, kecil kemungkinan bagi pemain migas raksasa untuk menggantikan Shell. Menurutnya NOC Asia berpeluang masuk dengan memasarkan LNG ke negaranya.
Harwood menambahkan, salah satu penyebabnya yakni porsi 35% dari proyek dengan total biaya pengembangan mencapai US$ 20 miliar memang paling mungkin hanya akan dilakukan perusahaan migas yang paling bullish.
Sementara sampai berita ini diturunkan, VP External Relation Shell Indonesia Rhea Sianipar belum menjawab pertanyaan Kontan.co.id atas pelepasan hak partisipasinya itu.
Baca Juga: Royal Dutch Shell Cabut dari Masela, Mitsui Mau Hengkang dari PLTU Paiton, Ada Apa?
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto bilang, proses pembahasan divestasi saham Shell di Blok Masela masih dalam tahap awal dan masih terus berlangsung.
"Saya kira info divestasi masih awal, saya kira proses itu akan berjalan 1,5 tahun. Jika proses itu berlanjut paling lambat 2021 sudah harus selesai," ungkap Dwi dalam Konferensi Pers Virtual, Jumat (17/7).
Dwi pun belum bisa memastikan berapa besar hak partisipasi yang akan dilepas oleh Shell sebab proses pembahasan Shell dan Inpex Corporation masih berjalan.
Ia memastikan, dari laporan yang diterima SKK Migas alasan mundurnya Shell murni karena masela tak masuk dalam review portfolio global oleh Shell.
Kendati demikian, ia mengungkapkan, SKK Migas terus melakukan kordinasi dengan Inpex Masela untuk memastikan kelangsungan proyek Masela. Kelak, jika terjadi pergantian partner maka perlu ada persetujuan dari pemerintah.
"Terkait partner baru lain, kita tentu tetap mengacu ketentuan. kalau ada perubahan partner tentu harus seizin pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM," tandas Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News