Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Pratama Guitarra
Irwandy memang tidak memaparkan secara rinci, tapi dia mengklaim bahwa dari program tersebut sudah ada proyek yang berhasil menjajaki pendanaan. "(Kementerian ESDM) sudah membantu dengan program market sounding. Masih berjalan dan sudah ada yang berhasil," sebutnya.
Sebagai konsekuensi dari adanya proyek yang tertunda, investasi di lini pembangunan smelter pun bakal bergeser. Dari sisi investasi pun, Irwandy membeberkan dua simulasi.
Pertama, jika pandemi Covid-19 selesai pada pertengahan tahun ini, maka investasi pada proyek smelter diperkirakan hanya akan terealisasi di angka US$ 1,9 miliar atau sekitar 50% dari target. Kedua, jika Covid-19 berlanjut hingga akhir tahun, maka rencana investasi smelter di tahun ini akan bergeser ke tahun 2021 mendatang.
Adapun, rencana investai smelter di tahun ini mencapai US$ 3,76 miliar. Jauh di atas realisasi investasi smelter tahun lalu yang hanya berada di angka US$ 1,41 miliar.
Baca Juga: Pemerintah Tidak Akan Merelaksasi Ekspor Bijih Nikel Kadar Rendah
Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Rencananya, akan ada 52 smelter hingga tahun 2022 mendatang.
Namun, menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak, target tersebut direvisi. Sebab, ada 4 smelter yang tidak mengalami kejelasan terkait kelanjutan proyeknya.
4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi. "(4 smelter tersebut) tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus kepada Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News