kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

HIMKI: Industri mebel fokus tingkatkan nilai tambah ekspor


Jumat, 09 Maret 2018 / 14:10 WIB
HIMKI: Industri mebel fokus tingkatkan nilai tambah ekspor
ILUSTRASI. Sosialisasi IFEX 2018


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pameran furnitur dan kerajinan kayu, Indonesia International Furniture Expo (IFEX), digelar hari ini, Jumat (9/3). Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengatakan bahwa ajang pameran ini ialah yang terbesar di Asia Tenggara khusus untuk sektor furnitur.

"IFEX sebagai ajang terbesar di Asean ini ialah cara untuk menumbuhkan pasar furnitur di dunia," sebut Sunoto, Ketua Umum HIMKI saat ditemui usai acara pembukaan pameran, Jumat (7/3). Ia mengatakan dari tahun ke tahun, gelaran pameran ini terus menampakkan progres yang positif.

Saat ini, kata Sunoto, IFEX menampung 500 peserta pameran yang ditampung di lokasi seluas 60.000 meterĀ² di JiExpo, Kemayoran. "Tahun ini, kami bakal memiliki 6.000 pengunjung," sebutnya.

Pameran kelima ini simultan dilaksanakan demi meraih capaian ekspor dan pertumbuhan bisnis furnitur dan kerajinan yang terus menanjak positif. "Target kami tiga tahun ke depan ekspor furnitur dan kerajinan kayu bisa US$ 5 miliar setiap tahunnya," kata Sunoto.

Adapun untuk capaian di 2017, menurutnya, angka ekspor mebel dan kerajinan kayu sudah hampir mencapai US$ 2 miliar. Untuk meraup target yang dipatok HIMKI tersebut, Sunoto menekankan pentingnya pelaku usaha memperkuat kualitas produknya.

"Sebab no new design, no business. Prinsip itu berlaku di industri ini," bebernya. Selain ekspor, HIMKI juga mengusahakan agar bisnis olahan hasil hutan ini dapat memiliki nilai tambah dari dalam negeri.

Untuk itu, kata Sunoto, asosiasi menegaskan pentingnya regulasi yang menyegarkan soal ketersediaan bahan baku dari hutan, yakni kayu dan rotan. Bahan baku tersebut sebaiknya dapat terserap maksimal oleh produsen dalam negeri.

Demi menghadapi tantangan bisnis global, menurut Sunoto, pelaku usaha di Indonesia tidak bisa langsung berkompetisi begitu saja dengan pemain mebel dunia. "Sebab tidak mungkin menang, oleh karena itu baiknya bisa partnership," urainya.

Skema kerjasama tersebut yang didorong ialah produsen mebel dalam negeri dapat menghasilkan barang yang bisa diserap oleh fasilitas finishing production dari China. "Mereka (China) itu kaya tapi tidak punya rotan. Jadi nanti yang mengolah dari dalam negeri dengan tenaga kerja lokal, sementara hasil akhir dari mereka dan mereka ekspor ke seluruh dunia," beber Sunoto.

Hal ini ditekankan sebagai usaha menambah added value akan produk hasil hutan Indonesia dan meminimalisir kerugian dari hanya sekadar ekspor barang mentah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×