Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) optimistis bisa membukukan laba bersih hingga akhir tahun ini. Bahkan, perusahaan setrum plat merah itu yakin akan mencetak laba bersih lebih tinggi dibandingkan tahun 2018.
Executive Vice President Keuangan PLN Sulistyo Biantoro mengungkapkan, kinerja keuangan PLN ditopang oleh pertumbuhan penjualan listrik. Selain itu, ada efisiensi biaya terutama pada harga batubara dan minyak yang relatif stabil. Ditambah dengan adanya pengakuan kompensasi dari pemerintah, PLN yakin bisa melambungkan laba di tahun ini.
Baca Juga: Tujuh staf khusus Jokowi dinilai hanya membebankan keuangan negara saja
"Juga kurs rupiah yang stabil dan cenderung menguat terhadap USD (dollar Amerika Serikat). Insha Allah (laba bersih) akan lebih baik dari tahun lalu," kata Sulistyo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/11).
Sayang, Sulistyo masih enggan untuk memberikan proyeksi kenaikan laba bersih yang diincar PLN. Adapun, laba bersih yang diraih PLN pada tahun lalu mencapai Rp 11,6 triliun. Laba itu meningkat 162,44% dibandingkan laba bersih tahun 2017 yang senilai Rp 4,42 triliun.
Sedangkan hingga Kuartal III-2019, PLN mencatatkan peningkatan laba yang signifikan. Sulistyo menerangkan, hingga Kuartal III-2019 PLN mencatatkan laba bersih sebesar Rp 10,88 triliun. Jumlah itu meningkat drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu, karena PLN mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 18,46 triliun.
Baca Juga: Ketua MPR desak pemerintah terapkan SIN untuk dongkrak penerimaan pajak
Menurut Sulistyo, pencapaian laba tersebut antara lain ditopang oleh penjualan tenaga listrik PLN yang mencapai Rp 202,69 triliun sampai dengan September 2019. Jumlah itu meningkat Rp 8,29 triliun atau 4,26% dibanding periode sampai tahu lalu, sebesar Rp 194,4 Triliun.
"Penjualan listrik mengalami pertumbuhan 4,28% menjadi 180,57 TWh (Terra Watt hour) dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 173,16 TWh," jelas Sulistyo.
Seiring dengan meningkatnya penjualan, sambung Sulistyo, volume produksi listrik juga mengalami kenaikan. Hal itu menuntut kenaikan biaya usaha PLN menjadi Rp 231,9 triliun hingga September 2019. Jumlah itu meningkat Rp 7,9 triliun atau 3,53% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 224 triliun.
Baca Juga: Holding Industri Pertambangan (MIND ID) siapkan Rp 7 triliun untuk divestasi Vale
Dari sisi beban usaha, kenaikan terbesar berasal dari beban depresiasi yang naik Rp 3,14 triliun menjadi Rp 25,93 triliun sampai dengan September 2019. Hal itu terjadi seiring dengan mulai beroperasinya beberapa asset baru PLN utamanya pada Transmisi, Pembangkit dan Disribusi. "Semua ini sejalan dengan pelaksanaan Program 35.000 MW," imbuh Sulistyo.
Sulistyo menerangkan, secara operasional PLN telah menambah kapasitas pembangkit sebesar 1.480 MW sehingga total kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia menjadi 59.126 MW hingga September 2019.
Selain itu ada tambahan jaringan transmisi 4.038 kilometer sirkuit (kms) menjadi 57.644 kms, dan menambah Gardu Induk sebesar 9.617 MVA menjadi 140.781 MVA.
Baca Juga: Pendapatan turun di kuartal III 2019, ini strategi Harum Energy (HRUM)
Menurut Sulistyo, Komponen biaya usaha yang tertinggi adalah biaya bahan bakar yang mencakup 44% dari total biaya usaha PLN hingga Kuartal III-2019. "Biaya pemakaian gas merupakan biaya bahan bakar yang tertinggi," ungkapnya.
Adanya kenaikan harga gas meskipun terdapat penurunan volume pemakaian bahan bakar gas mengakibatkan biaya bahan bakar gas meningkat Rp 4,33 Triliun dari Kuartal III 2018 menjadi Rp 44,46 triliun pada periode yang sama di tahun 2019.
Sementara itu, produksi listrik sampai dengan September 2019 yang berasal dari batubara masih memegang porsi dominan dengan 62,1% dari total produksi PLN. "beban bahan bakar batubara naik 8,4% atau Rp 1,81 triliun menjadi Rp 36,6 Triliun sampai dengan Triwulan-III 2019," terang Sulistyo.
Baca Juga: MIND ID: Negosiasi divestasi PT Vale masih berlangsung
Di sisi lain, membaiknya kondisi keuangan PLN juga disebabkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya USD dan EUR. Jika pada periode sebelumnya PLN mencatatkan rugi sebesar Rp 17,32 triliun akibat selisih kurs, maka pada Kuartal III tahun ini, PLN membukukan keuntungan selisih kurs sebesar Rp 4,37 triliun.
Selain itu, pada Kuartal III tahun ini, PLN telah melakukan pembukuan secara aktual untuk kompensasi pemerintah di luar subsidi sebesar Rp 19,74 triliun. "Sementara pada periode yang sama tahun lalu, belum dilakukan," jelas Sulistyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News