Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sembilan bulan pertama tahun 2019 menjadi periode yang cukup menantang bagi kinerja penjualan PT Central Proteina Prima Tbk.
Pasalnya, emiten yang memiliki kode saham CPRO ini mencatatkan penurunan penjualan mini sekitar 1,30% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 5,51 triliun sepanjang Januari - September 2019. Sebelumnya, penjualan perseroan tercatat sebesar Rp 5,58 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Proyeksi ekspor udang CP Prima 15% dari pendapatan
Vice President Director PT Central Proteina Prima Tbk, Saleh Yu mengatakan penurunan penjualan dipicu oleh faktor cuaca. Pasalnya, kemarau yang berkepanjangan diduga menyebabkan terjadinya penurunan bibit udang alias benur akibat menurunnya aktivitas budidaya udang pada pelaku budidaya.
“Sebenarnya kondisi panas lumayan baik untuk tambak udang, tapa kalau terlampau panas, kadar salinitasnya terlalu tinggi, melebihi standar, itu tidak bagus buat udang,” jelas Saleh dalam paparan publik yang berlangsung pada Jumat (13/12).
Melihat laporan keuangan perseroan di kuartal III 2019, segmen penjualan bibit udang alias benur perseroan memang tercatat mengalami penurunan sekitar 22,51% yoy dari yang semula sebesar Rp 265,30 miliar di sembilan bulan pertama tahun lalu menjadi Rp 205,57 miliar di periode sama tahun ini. Adapun penjualan benur berkontribusi sebesar 3,37% dalam total penjualan perseroan pada periode tersebut.
Baca Juga: CP Prima (CPRO) Kejar Target Pendapatan Rp 7,4 Triliun
Sementara itu, penjualan pakan yang menjadi segmen penjualan utama masih mengalami pertumbuhan sekitar 4,16% secara yoy dari yang semula sebesar Rp 4,21 triliun di kuartal III tahun lalu menjadi Rp 4,39 triliun pada kuartal III tahun ini.
Hingga tutup tahun nanti, perseroan memproyeksikan total penjualan bersih perseroan akan mencapai Rp 7,3 triliun - Rp 7,5 triliun, tidak jauh berbeda dengan realisasi penjualan di sepanjang tahun 2018 yang sebesar Rp 7,3 triliun.
Meski mencatatkan penurunan mini pada sisi penjualan, perseroan sebenarnya masih menunjukkan kinerja yang prima pada sisi laba. Pasalnya, penurunan yang terjadi pada sisi penjualan juga diiringi oleh penurunan pada beberapa pos beban.
Baca Juga: Central Proteina Prima (CPRO) ubah jajaran direksi, ini susunannya
Mengacu kepada laporan keuangan perseroan di kuartal III 2019, beban pokok penjualan tercatat mengalami penurunan sebesar 3,58% yoy menjadi Rp 4,50 triliun sepanjang Januari - September 2019. Sebelumnya, beban pokok penjualan perseroan tercatat mencapai Rp 4,67 triliun.
Oleh karenanya, pertumbuhan dari sisi laba sudah terlihat pada laba kotor perseroan yang tumbuh sekitar 10,34% yoy menjadi Rp 1 triliun di sembilan bulan pertama tahun 2019. Sebelumnya, laba kotor perseroan tercatat sebesar Rp 912,50 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pada saat yang bersamaan, beban operasi lain atawa other operating expenses juga mengalami penurunan sekitar 87,29% yoy dari yang semula sebesar Rp 125,49 miliar di kuartal III 2018 menjadi Rp 15,94 miliar di kuartal III 2019.
Baca Juga: CP Prima targetkan penjualan sebesar Rp 7,4 triliun di 2019
Hal ini juga diikuti oleh kenaikan penghasilan operasi lain (other operating income) sekitar 182,91% yoy dari yang semula Rp 27,91 miliar di sembilan bulan pertama menjadi Rp 78,98 miliar di periode sama tahun ini.
Alhasil laba usaha tumbuh 127,62% yoy menjadi i Rp 439,56 miliar di sepanjang Januari - September 2019. Sebelumnya, laba usaha perseroan tercatat sebesar dari Rp 193,10 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, mengacu ke laporan keuangan perseroan di kuartal III 2019, tercatat terdapat rugi bersih yang diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 300,30 miliar di sembilan bulan pertama tahun 2019. Namun demikian, perseroan menjelaskan bahwa kerugian tersebut dipicu oleh faktor nonkas (noncash) akibat adanya amortisasi obligasi sebesar Rp 449,43 miliar.
Baca Juga: CP Prima serap 28% dari belanja modal untuk peningkatan kapasitas pabrik
“Itu sebenarnya noncash expense, hanya karena ada perlakuan akuntansi kami harus membukukan (amortisasi obligasi sebesar Rp 449,43 miliar) sehubungan kita gagal bayar kupon pada Juni 2019 kemarin,” jelas Saleh dalam acara yang sama (13/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News