Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses penyelesaian Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang ditandai dengan penandatanganan dan pertukaran surat (exchange of letters) antara Pemerintah Indonesia dan Komisi Eropa menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) perlu diimbangi dengan kesiapan Indonesia menghadapi European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Asal tahu saja, Peraturan Antideforestasi Uni Eropa atau EUDR akan mulai diterapkan pada 30 Desember 2025 mendatang. Regulasi ini mewajibkan produk yang masuk ke pasar Uni Eropa, termasuk kelapa sawit, untuk bebas dari deforestasi dan memenuhi standar legalitas di negara produsen.
Menurut Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, IEU CEPA adalah jenis hambatan non tarif. Jika bisa selesai tahun ini, industri sawit masih harus berhadapan dengan EUDR di akhri tahun.
"Artinya kalau hambatan tarif selesai dengan IEU CEPA belum tentu ekspor minyak sawit Indonesia meningkat ke Uni Eropa kalau kita tidak bisa comply dengan EUDR. Artinya penyelesaian masalah EUDR juga harus menjadi perhatian," ungkap Eddy saat dihubungi, Senin (14/07).
Baca Juga: GAPKI Sebut Ekspor Minyak Sawit Makin Tertekan Imbas Kebijakan Tarif Trump
Eddy menambahkan, menurutnya kebijakan EUDR tidak berkaitan dengan IEU CEPA, sehingga tidak bisa disimpulkan saat penyelesaian IEU CEPA semakin dekat akan bisa merubah keputusan Uni Eropa dalam menerapkan EUDR, utamanya ke produk-produk sawit dan turunannya.
"EUDR tidak terkait dengan IEU CEPA, jadi tidak bisa dikatakan bahwa IEU CEPA selesai kemudian akan menekan EUDR," tambahnya.
Adapun terkait potensi kenaikan volume dan nilai ekspor sawit dan turunannya usai IEU CEPA rampung, Eddy bilang banyak faktor untuk dapat menentukan peningkatan ini.
"Peningkatan ekspor tidak hanya karena penurunan tarif tetapi juga tergantung dengan harga, kalau seperti tahun lalu harga minyak sawit dunia lebih tinggi dari minyak nabati lain mereka bisa beralih, ini bisa berakibat ekspor CPO tidak meningkat," katanya.
Baca Juga: Perjanjian IEU CEPA Buka Peluang Ekspor Lebih Banyak bagi Minyak Sawit & Alas Kaki
Selain harga, target peningkat ekspor CPO ke Eropa juga harus dilihat berdasarkan suplai minyak nabati jenis lain. Seperti minyak kedelai, minyak rapeseed (bunga lobak), dan minyak bunga matahari.
"Selain ini dipengaruhi juga suply minyak nabati lain karena minyak sawit bukan satu-satunya minyak nabati dunia," katanya.
Sebagai tambahan, berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, minyak kelapa sawit dan turunannya adalah salah satu dari 20 komoditas primadona ekspor Indonesia ke Uni Eropa dengan nilai ekspor mencapai US$ 1,66 miliar per tahun.
Baca Juga: GAPKI Waspadai Dampak Tarif AS, Ekspor Sawit Indonesia Bisa Tertekan
Selanjutnya: 5 Drakor Thriller Terbaru yang Tayang di Bulan Juli 2025, Ada Lee Dong Wook
Menarik Dibaca: Penyaluran Beras SPHP Digencarkan, Bulog Pastikan Harga Beras Sesuai HET
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News