Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski Indonesia telah menandatangani exchange of letters atas perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada Minggu (13/07) lalu.
Potensi peningkatan ekspor baik secara nilai dan volume ke negara-negara Uni Eropa masih belum terang benderang.
Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM Universitas Indonesia Mohammad Dian Revindo kesepakatan yang dilakukan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Komisioner Uni Eropa untuk Perdagangan dan Keamanan Ekonomi, Maroš Šefovi itu, masih pada tahapan awal dari CEPA.
"Karena konsep CEPA sebenarnya jauh lebih dalam dari penghapusan atau penurunan tarif, tapi juga meliputi Pengurangan Technical Barriers to Trade, Persaingan Usaha, Instrumen Trade Defence, Dispute Settlement, Intellectual Property Rights, Investasi, Regulatory Cooperation and Transparency, dan Services," jelas Revindo saat dihubungi KONTAN, Senin (14/07).
Baca Juga: Dirutnya Jadi Tersangka Korupsi Mesin EDC BRI, ini Profil PT Bringin Inti Teknologi
Asal tahu saja, dalam pernyataannya, Airlangga menyampaikan, salah satu hasil dari kesepakatan ini adalah penghapusan tarif masuk untuk sekitar 80% produk ekspor Indonesia ke pasar Eropa dalam satu hingga dua tahun setelah perjanjian berlaku.
"Setelah perjanjian berlaku, hampir 80% barang dari Indonesia yang masuk ke Uni Eropa akan dikenakan tarif 0%,” ujar Airlangga, Sabtu (12/07).
Meski hambatan tarif sudah mulai menemukan titik terang, Revindo bilang hambatan non tarif belum cukup jelas, dan masih akan didiskusikan lebih lanjut.
"Tanpa peningkatan akses untuk mengatasi hambatan non-tarif ini tampaknya tidak mudah bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke EU," jelasnya.
Ia juga mengatakan terdapat beberapa produk ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa, utama meliputi Minyak sawit dan turunannya, karet dan produk karet, produk perikanan, furnitur dan kayu olahan, kakao dan kopi.
"Produk-produk ini, kesemuanya, sangat besar hambatan non-tarifnya di pasar EU," kata dia.
Tidak hanya kesepakatan politis, namun untuk kesepakatan teknis, Indonesia, kata dia perlu menekankan beberapa poin atas langkah lanjutan IEU CEPA.
"Yang pertama, memastikan pengurangan hambatan non-tarif atau setidaknya kemudahan untuk mendapatkan pengakuan memenuhi tuntutan Technical Barriers to Trade (TBT), Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS), Renewable Energy Directive II (REDD II), dan European Union Deforestation Regulation (EUDR)," katanya.
Kedua, perlu adanya bantuan capacity building untuk Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, baik ahli maupun lembaganya, untuk memenuhi standar mutu EU.
"Misalnya pelatihan untuk badan karantina atau badan-badan sertifikasi lain di Indonesia. Dengan mendapatkan traning atau akreditasi dari EU, maka diharapkan secara otomatis terdapat kesesuaian produk Indonesia dengan persyaratan EU," tambahnya.
Dan yang terakhir, Indonesia perlu meminta komitmen EU untuk meningkatkan investasi, baik dari jumlah maupun kualitas.
"Serta membawa teknologi terbaru dan rencana konkrit untuk kemitraan dengan usaha lokal dan transfer teknologinya," tutupnya.
Baca Juga: RI dan Uni Eropa Capai Kesepakatan Politik CEPA, Siap Dongkrak Perdagangan Bilateral
Selanjutnya: Ini 8 Daftar Altcoin dengan Market Cap Terbesar saat Bitcoin ATH Juli 2025
Menarik Dibaca: Bentuk Ekosistem Perbankan, Bank Muamalat Gandeng Jaringan Sekolah Islam Terpadu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News