Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, memperkirakan bahwa perayaan Imlek dan Lebaran 2025 tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap produk tekstil domestik.
Hal ini disebabkan oleh stok barang impor yang sudah memenuhi lebih dari 50% pasar domestik, yang menyebabkan konsumen lebih memilih produk impor daripada produk lokal
“Untuk Imlek dan Lebaran kali ini, kami perkirakan tidak akan berpengaruh banyak terhadap pasar domestik, karena stok barang impor sudah sangat melimpah dan menguasai lebih dari 50% pasar,” ujar Redma kepada KONTAN, Minggu (19/1).
Baca Juga: Bongkar Pasang Beleid Impor Produk Tekstil
Meskipun diperkirakan akan ada sedikit peningkatan konsumsi selama Imlek dan Lebaran, Redma menegaskan bahwa pertumbuhan industri tekstil nasional tetap akan mengalami penurunan.
Kata dia, berdasarkan perhitungan BPS, mungkin konsumsi akan naik di atas 4%, tetapi pertumbuhan riil tetap negatif. Ini karena konsumsi masyarakat didominasi oleh barang impor ilegal yang tidak tercatat, namun dianggap sebagai produk dalam negeri dalam perhitungan BPS.
"Jadi, perhitungan pertumbuhan yang dihasilkan menjadi keliru dan seakan-akan baik, padahal sebenarnya kondisi sektor tekstil sedang terpuruk,” tegas Redma.
Redma juga mengungkapkan bahwa kontribusi sektor tekstil terhadap PDB Indonesia diperkirakan akan turun signifikan, dari 1,1% menjadi di bawah 1%. Penurunan ini terjadi karena tingkat utilisasi yang terus menurun, sementara tren penutupan perusahaan di sektor ini terus berlanjut.
"Utilisasi kapasitas produksi terus menurun, dan kami memperkirakan akan ada lebih banyak perusahaan yang terpaksa menutup usaha. Ini akan berdampak langsung pada kontribusi sektor tekstil terhadap PDB,” jelasnya.
Menurut Redma, permasalahan utama yang memperburuk kondisi ini adalah maraknya impor ilegal yang mengalir bebas ke pasar domestik tanpa terdeteksi. Ia menilai bahwa kinerja Bea Cukai dalam menangani impor ilegal sangat buruk, bahkan berada di peringkat terburuk di dunia, setara dengan negara-negara terbelakang di kawasan Afrika.
Baca Juga: Revisi Beleid Impor Berpotensi Selamatkan Industri Tekstil
Redma mengkritik keras sistem yang digunakan oleh Bea Cukai Indonesia dalam memeriksa barang impor. “Kinerja Bea Cukai kita sangat buruk. Penggunaan sistem AI scanner yang diterapkan di negara-negara Asia, seperti di China, Jepang, dan Korea, belum diterapkan di Indonesia. Sistem mereka memastikan setiap kontainer masuk ke AI scanner, yang terintegrasi dengan big data dan dokumen menggunakan sistem port-to-port manifest,” ujarnya.
Di Indonesia, sistem yang ada saat ini hanya menerapkan scanner untuk jalur merah, dan itu pun hanya pada 10% kontainer yang melewati jalur tersebut. Redma juga menyoroti minimnya jumlah scanner yang dimiliki Bea Cukai.
“Di Tanjung Priok saja, dengan volume kontainer yang sangat besar, minimal kita harus punya 40 scanner. Namun, Bea Cukai kita hanya memiliki tiga unit dengan jam operasional yang terbatas. Ini jelas sangat tidak efisien dan sangat mudah untuk dimanipulasi,” ungkap Redma.
Sebagai langkah solusi, APSyFI meminta agar pemerintah segera menghentikan impor ilegal dan memperbaiki kinerja Bea Cukai.
"Kami tidak minta banyak insentif, yang kami minta hanya satu: hentikan impor ilegal, perbaiki kinerja Bea Cukai. Kalau Bea Cukai sulit diperbaiki, lebih baik dibubarkan saja dan beralih ke sistem Pre Shipment Inspection, di mana kontainer diperiksa di negara asal sebelum masuk ke Indonesia,” tegas Redma.
Baca Juga: APSyFI: Industri TPT Nasional Masih Sulit untuk Pulih dalam Jangka Pendek
Redma menambahkan bahwa meskipun sudah sering dibahas, masalah ini belum ada tindak lanjut yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan oknum pegawai dan pejabat di Kementerian Keuangan yang tidak mau memperbaiki sistem yang ada.
“Masalah ini sudah sering dibicarakan, tetapi karena banyaknya oknum yang terlibat, mereka enggan untuk melakukan perubahan yang substansial,” ujarnya.
Redma berharap agar pemerintah dapat segera memperbaiki sistem pengawasan impor, sehingga sektor industri tekstil domestik dapat kembali berkembang dan bersaing dengan produk-produk luar negeri yang selama ini menguasai pasar domestik.
"Tanpa perbaikan sistem dan penanganan yang tegas terhadap impor ilegal, Redma mengkhawatirkan masa depan industri tekstil Indonesia yang semakin suram," pungkasnya.
Selanjutnya: Jelang Pelantikan, Donald Trump Luncurkan Meme Coin Kripto $TRUMP
Menarik Dibaca: Penderita Diabetes Harus Batasi Makanan Apa Saja? Ini Daftarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News