kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indef: Rencana kenaikan HJE HPTL tak tepat sasaran


Rabu, 11 Desember 2019 / 16:52 WIB
Indef: Rencana kenaikan HJE HPTL tak tepat sasaran
ILUSTRASI. Industri Rokok Elektrik: Pramuniaga menjelaskan produk rokok elektri JUUL di gerai Pacific Place, Sabtu (20/7). Hingga saat ini, industri rokok elektrik telah memiliki 300 produsen likuid, lebih dari 100 produsen alat dan aksesoris, lebih dari 150 distrib


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) pada 2020 dinilai tidak menyelesaikan polemik rokok elektrik.

Peneliti dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyatakan, rencana tersebut terkesan hanya berorientasi pada penerimaan cukai saja.

"Sebaiknya pemerintah mengantisipasi dampaknya terhadap kemungkinan lay-off tenaga kerja," kata Esther dalam keterangannya, Selasa (10/12).

Baca Juga: Pelarangan Vape Bisa Hambat Pertumbuhan Industri

Menurut Esther, alih-alih menaikkan tarif HJE bagi industri yang baru berusia setahun, Kemenkeu justru semestinya memberikan insentif fiskal bagi produk tembakau alternatif.

Sebab, sejumlah kajian ilmiah internasional menyatakan produk tembakau alternatif ini memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok, sehingga dapat bermanfaat bagi perokok dewasa yang ingin berhenti merokok secara bertahap.

"Pemerintah bisa memberikan insentif fiskal kepada produk HPTL yang lebih rendah risiko dengan pertimbangan dapat menjadi salah satu solusi bagi perokok dewasa yang sulit untuk berhenti merokok," tegas Esther.

Baca Juga: Harga jual vape naik tahun depan, begini respons pelaku usaha

Esther melanjutkan, sama halnya dengan produk-produk lain yang mempunyai dampak lebih baik dari produk konvensionalnya, dengan adanya insentif fiskal, perokok dewasa lebih mampu menjangkau produk yang lebih rendah risiko tersebut.

Dari sisi produsen pun akan semakin terpacu melakukan inovasi di industri produk tembakau alternatif. Dengan demikian, yang diuntungkan adalah perokok di Indonesia yang mempunyai pilihan lebih banyak.

Sebagai contoh, pemberian insentif fiskal maupun non-fiskal terhadap produk tembakau alternatif sudah dilakukan oleh Inggris dan Selandia Baru. Esther mengatakan, pemerintah Inggris mengenakan tarif yang lebih murah bagi rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Baca Juga: Bersiap, harga jual eceran vape naik tahun depan

Alasannya, produk inovatif tersebut dapat membantu dalam menurunkan angka perokok di negaranya.

Adapun pemerintahan Selandia Baru mengizinkan penjualan produk tembakau alternatif di seluruh apotek yang ada di negara tersebut. Produk tersebut hanya diperbolehkan dijual bagi perokok dewasa.

"Oleh karena itu, produk HPTL harus diregulasi secara tepat. Misalnya produk HPTL yang lebih rendah risiko diberikan insentif fiskal, tetapi produk tersebut tidak boleh dibeli oleh orang yang bukan perokok," ujar Esther.

Baca Juga: Ini manfaat dari mengonsumsi satu alpukat setiap hari untuk menjaga kesehatan

Permasalahan kasus vape yang terjadi di Amerika Serikat hingga korban meninggal merupakan satu dari beberapa alasan yang memicu polemik terkait rokok elektrik.

Menurut Esther, para pemangku kepentingan tidak boleh gegabah dalam menilai suatu peristiwa. "Kematian akibat rokok elektrik di Amerika Serikat harus diinvestigasi dulu bagaimana kasusnya," katanya.

Agar kasus serupa tidak terjadi di Indonesia, Esther meminta pemerintah membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif. Regulasi tersebut nantinya mengatur uji produk, kualitas dan keamanan produk, batasan usia pengguna, penjualan produk, hingga pengawasan.

"Anak di bawah umur dan orang yang bukan perokok harus dilarang membeli produk tembakau alternatif. Standar harus ditetapkan agar tidak ada penyalahgunaan," kata dia.

Baca Juga: Asosiasi apresiasi cukai HPTL tidak berubah, berikut penjelasannya

Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo berpendapat yang sama dengan Esther. Ia mengatakan, pemerintah idealnya memberikan perlindungan melalui regulasi bagi industri inovasi baru. Sebab, kontribusi yang diberikan oleh industri ini berpotensi signifikan terhadap perlindungan kesehatan masyarakat maupun penerimaan negara.

"Regulasi khusus yang mendukung keberlangsungan usaha akan mendorong pertumbuhan di industri produk tembakau alternatif. Selain itu, keberadaan regulasi akan menutup celah penyalahgunaan. Dengan demikian, anak-anak tidak dapat menjangkaunya dan perokok dewasa mendapatkan rasa aman. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan hal ini dan memutuskan dengan bijak," tutup Ariyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×