Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung mengatakan bahwa Indonesia masih mempertimbangkan untuk mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu komoditas dalam perundingan untuk menurunkan tarif resiprokal AS.
Menurut dia, selain minyak mentah atau crude oil dan Liquefied Petroleum Gas (LPG), impor BBM dari negeri Paman Sam itu akan tetap mempertimbangkan produksi dalam negeri.
"Untuk BBM, ini kan kita juga melihat itu kondisi yang ada. Jadi untuk BBM itu kan ada peningkatan produksi dalam negeri. Jadi ya berapa ini untuk produksi di kilang dalam negeri, ya kemudian berapa yang harus kita impor," ungkap Yuliot saat ditemui di Jakarta, Selasa (8/7).
Baca Juga: Pemerintah Pilih Opsi Ini Apabila Tetap Dikenakan Tarif 32% Oleh AS
Ia juga mengamini bahwa beban logistik impor BBM dari AS akan lebih besar daripada mengimpor dari Singapura ataupun Timur Tengah.
"Dan juga ini dari sananya (AS) kira-kira bisa menyediakan berapa untuk kebutuhan kita, karena pengimporannya cukup jauh. Kan juga ini faktor teknis dan juga ini (volume) ketersediaan kan juga harus kita pertimbangkan," kata dia.
Meski begitu, dibandingkan Liquefied Natural Gas (LNG), opsi lebih besar terbuka untuk impor BBM.
"Kalau untuk crude untuk LPG ya kita sudah berbicara dengan beberapa perusahaan. Bukan LNG, itu kan kalau LNG kita cukup (di dalam negeri)," tambahnya.
Terkait impor BBM atau bensin dari AS, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi juga menyebut pemerintah harus siap mengeluarkan biaya lebih untuk logistik dan waktu karena pengiriman yang jauh lebih panjang.
Baca Juga: Neraca Dagang RI dengan AS Berpotensi Defisit, Kemenko: Jadi Pemanis Negosiasi
Dalam perhitungannya, pengiriman BBM dari Timur Tengah memerlukan waktu 11 hari, lalu pengiriman dari Singapura bisa lebih cepat dari itu dan dari AS bisa memakan waktu 30-40 hari sekali pengapalan.
Ia juga mengatakan pemerintah harus memastikan bahwa spesifikasi BBM dari AS harus sesuai dengan kilang Pertamina. Apalagi Pertamina memiliki produk khusus seperti Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90).
"Dan kalau memang mau dialihkan, harga impor dari USA minimal harus sama dengan harga impor dari Singapura," kata dia.
Selanjutnya: Ilmuwan Sebut 2.300 Orang Meninggal Akibat Gelombang Panas Ekstrem di Eropa
Menarik Dibaca: Alibaba Cloud Jalin Kemitraan Baru dengan Beragam Platform Tranformasi Teknologi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News