Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mengalihkan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat (AS) sebagai bentuk negosiasi tarif dinilai memiliki manfaat strategis, tetapi tetap menyimpan potensi biaya tambahan yang signifikan.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, dari sisi geopolitik dan ketahanan energi, pengalihan impor ini memang bisa menjadi langkah positif.
Menurutnya, beralih dari Singapura sebagai negara dengan kontribusi sekitar 0,46% terhadap produk domestik bruto (PDB) global, ke AS yang menguasai sekitar 28% PDB dunia, berpotensi memberikan nilai tambah secara ekonomi dan diplomatik bagi Indonesia.
"Dari aspek ketahanan energi, pengalihan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki fleksibilitas sumber impor dan tidak tergantung pada satu negara," ujar Komaidi dalam ketika dihubungi Kontan, Senin (7/7).
Baca Juga: Permintaan Turun, Harga Minyak Mentah Diprediksi US$ 60 pada Akhir Kuartal III-2025
Namun demikian, Komaidi mengingatkan bahwa terdapat sejumlah konsekuensi langsung maupun tidak langsung dari rencana pengalihan tersebut, terutama menyangkut biaya logistik.
Beberapa faktor yang dinilai dapat menambah biaya antara lain perbedaan jarak tempuh, waktu pengiriman, dan kebutuhan kapal tambahan.
Ia menyoroti, pengadaan BBM dari Timur Tengah saja memerlukan jarak sekitar 4.000 mil laut (NM) dengan waktu tempuh sekitar 11 hari. Pun, pengiriman dari Singapura bisa lebih cepat dari itu. Namun, tergantung rute yang dipilih, pengiriman dari AS bisa mencapai 10.000–15.000 NM dan estimasi waktu tempuhnya mencapai 30–40 hari.
“Konsekuensinya, Indonesia perlu menambah armada kapal secara signifikan. Jika impor dari Timur Tengah butuh lima kapal, maka dari AS bisa memerlukan 15 sampai 20 kapal agar pasokan dalam negeri tetap terjaga,” paparnya.
Dengan asumsi ini, pengalihan rute dinilai berisiko meningkatkan beban logistik negara, baik dari sisi biaya sewa kapal maupun efisiensi distribusi energi.
Ia mengestimastikan, biaya yang perlu digelontorkan untuk impor BBM dari AS bisa mencapai Rp 52 miliar per kapal. Sementara jika dibandingkan, biaya impor dari Timur Tengah hanya bakal sekitar Rp 14 miliar per kapal.
Dengan risiko tersebut, tentu harga BBM dalam negeri nantinya bakal ikut kena imbas. Bukan tak mungkin harga BBM naik mengikuti peningkatan biaya distribusi yang diperlukan.
“Masyarakat tidak peduli soal asal BBM. Yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan dan keterjangkauan daya beli masyarakat,” pungkas Komaidi.
Baca Juga: Momogi Resmi Ekspansi ke Timur Tengah, Bidik Pasar Camilan Global
Selanjutnya: Ragam Biaya Hntui Pedagang Online, E- Commerce Ini Klaim Cuma Kenakan Biaya Parkir
Menarik Dibaca: KAI Layani 3,49 Juta Pelanggan Selama Libur Sekolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News