Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Indonesia untuk tidak melakukan phase out atau penghentian bertahap atas penggunaan energi fosil seperti batubara dan gas, menurut Manajer Program Sistem Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo akan semakin menghambat investasi Indonesia di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Industri yang punya komitmen 2030 menggunakan energi terbarukan jadinya nggak banyak pilihan. Mungkin dia nggak akan melakukan ekspansi lagi, mungkin tumbuhnya akan berkurang. Malah bisa hengkang, dan demand-nya akan turun lagi," jelas Deon ketika ditemui di acara 'Brown to Green Conference' yang digelar di Jakarta, Rabu (03/12/2025).
Deon menambahkan, pernyataan Utusan Khusus Presiden untuk Energi dan Iklim sekaligus adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo terkait tidak adanya phase out, bertolak belakang dengan target Prabowo agar Indonesia dapat mencapai 100 persen energi bersih dalam jangka waktu 10 tahun mendatang, atau di tahun 2035.
Baca Juga: Investor Inggris, Taiwan, Vietnam Lirik Hulu Migas Indonesia
"Itu jelas dari head to head kalimatnya udah berbeda ya. Dan menurut saya sih yang perlu dilakukan, seharusnya Indonesia perlu memikirkan strategi untuk keluar dari Batubara. Instead oh kita tidak akan melakukan phase out," jelasnya.
Lebih lanjut, diantara banyaknya pertimbangan tetap menggunakan energi fosil, IESR melihat adanya beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi komoditas fosil, jika phase out dianggap akan menganggu kinerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) kedepannya.
Yang pertama, tidak lagi menempatkan PLTU sebagai penyedia listrik base load atau pembangkit listrik yang beroperasi terus menerus (24 jam).
"Jadi fleksibel istilahnya. PLTU-nya instead of produksinya misalnya 80% dari kapasitas sepanjang tahun, bisa turun. Ketika misalnya, pada siang hari surya (menggunaakan PLTS) banyak," ungkapnya.
Kemudian yang kedua adalah dengan melakukan repurposing aset PLTU untuk memperkuat sistem pada sistem pembangkit dari energi terbarukan.
"Kita bicara soal istilahnya repurposing. Jadi aset PLTU-nya sebagian digunakan, minimal transmisinya, kalau nggak ya turbin dan boilernya tetap dipakai, dikombinasikan menjadi, atau dimodif sedikit, diinvestasikan baru untuk thermal storage-nya" jelasnya.
"Nah ini kan pengganti baterai, ibaratnya, perannya akan jadi baterai untuk sistem listriknya, sehingga lagi-lagi energi terbarukannya bisa masuk dan PLTU-nya yang berubah jadi baterai ini jadi membantu menjaga keandalan listrik," tambahnya.
Lebih jauh, keputusan tidak melakukan phase out atau menargetkan menggunakan energi bersih 100% pada 10 tahun ke depan, berkaitan dengan dukungan politik yang serius dari pemerintah, terumata Presiden Prabowo sebagai kepala negara.
"Butuhnya itu memang adalah dukungan politik yang jelas dari Presiden. Karena ini menyangkut perubahan transformatif dari sistem energi, berkaitan juga dengan BUMN-BUMN yang punya asetnya," tutupnya.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) pada semester I-2025 mencapai sekitar US$ 1,3 miliar atau setara Rp 21,64 triliun.
Angka ini mendekati target investasi EBT tahun 2025 yang ditetapkan sebesar 1,5 miliar dollar AS. Sebagai perbandingan, realisasi investasi EBT pada 2024 mencapai US$ 1,49 miliar atau sekitar Rp 24,04 triliun.
Sementara itu, data Climate Policy Initiative (CPI) mencatat total investasi di sektor ketenagalistrikan Indonesia selama 2019–2023 mencapai US$ 38,02 miliar atau rata-rata US$ 7,6 miliar per tahun.
Dari jumlah tersebut, rata-rata investasi tahunan khusus untuk sektor EBT mencapai US$ 1,79 miliar.
Baca Juga: Karawang dari Pusat Industri, Kini Jadi Incaran Hunian yang Kian Berkembang
Selanjutnya: 19 Makanan Sumber Protein untuk Diet Menurunkan Berat Badan
Menarik Dibaca: 19 Makanan Sumber Protein untuk Diet Menurunkan Berat Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













