kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Indonesia Terancam Banjir Impor Usai AS Naikkan Tarif, Pemerintah Diminta Waspada


Senin, 07 April 2025 / 21:46 WIB
Indonesia Terancam Banjir Impor Usai AS Naikkan Tarif, Pemerintah Diminta Waspada
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar US$ 21,45 miliar, sedangkan nilai impor pada Januari 2025 US$ 18 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 surplus sekitar US$ 2,45 miliar.KONTAN/Cheppy A. Muchlis/18/02/2025


Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif bea masuk tinggi dari Amerika Serikat terhadap produk asal China, Vietnam, dan Indonesia bisa menimbulkan efek domino ke dalam negeri. Salah satunya, potensi membanjirnya produk-produk dari negara mitra dagang yang kehilangan pasar di AS ke pasar alternatif seperti Indonesia.

Senior Economist INDEF, Tauhid Ahmad menilai, Indonesia perlu waspada karena risiko serbuan produk impor semakin nyata. Pasalnya, negara-negara yang kehilangan pangsa pasar akibat tarif tinggi di AS akan mencari pasar pelarian (diverted market), dan Indonesia bisa jadi target empuk.

“Kita harus hati-hati. Kalau barang-barang dari China atau Vietnam tidak bisa masuk ke AS, besar kemungkinan mereka akan cari pasar lain yang terbuka, salah satunya ke negara seperti Indonesia,” ujar Tauhid kepada Kontan, Senin (7/4).

Baca Juga: Imbas Tarif Resiprokal Trump, Barang Impor Akan Banjiri Pasar Indonesia?

Ia mencontohkan sektor-sektor seperti tekstil, elektronik, hingga baja yang berpotensi besar mengalami tekanan dari serbuan produk impor. Apalagi saat ini, tidak sedikit produk dari China dan Vietnam yang sudah masuk dengan harga sangat kompetitif, sehingga bisa melemahkan industri lokal jika tak dikendalikan.

Tauhid pun mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah mitigasi. Salah satunya dengan mengkaji ulang kebijakan impor dan meningkatkan pengawasan di pelabuhan-pelabuhan utama.

“Pemerintah bisa memperketat pengawasan impor, misalnya lewat kebijakan SNI wajib, bea masuk tambahan, atau perlindungan sementara untuk produk yang sangat terdampak,” sambungnya.

Baca Juga: Pemerintah Kaji Insentif Penurunan PPN dan PPh Impor, Negosiasi Kebijakan Tarif Trump

Selain itu, kolaborasi dengan pelaku industri dan asosiasi juga perlu diperkuat agar pemerintah bisa menangkap aspirasi dan kebutuhan mereka dalam menghadapi potensi serbuan produk impor. Menurut Tauhid, masing-masing sektor punya karakteristik yang berbeda, sehingga butuh pendekatan kebijakan yang tidak seragam.

“Ada baiknya duduk bersama antara pemerintah dan asosiasi industri untuk menyesuaikan kebijakan yang sifatnya sektoral, supaya tidak merugikan produsen dalam negeri,” tandasnya.

Baca Juga: APSyFI Sebut Tarif Resiprokal Trump Bisa Memperparah Importasi China ke Indonesia

Selanjutnya: Robert Kiyosaki Ungkap Tiga Tips Investasi Terbaik untuk Pemula

Menarik Dibaca: Dominan Cerah, Ini Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (8/4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×