Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri baja nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat kebijakan bea masuk nol persen untuk produk konstruksi baja jadi asal China dan Vietnam.
Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) menilai, kebijakan ini membuat usaha fabrikator lokal terpuruk dan mengancam keberlangsungan industri baja sebagai sektor strategis nasional.
“Peringatan ISSC ini menegaskan bahwa kebijakan bea masuk nol persen bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi sudah menyentuh aspek ketahanan dan kedaulatan industri nasional,” ujar Ketua Umum ISSC Budi Harta Winata di Jakarta, Selasa (21/10).
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Minta Bantuan US$ 500 Juta dari Danantara, Ini Tujuan&Dampaknya
Lima Desakan Konkret ke Pemerintah
ISSC meminta pemerintah mengambil lima langkah nyata untuk melindungi industri baja dalam negeri.
- Menolak izin PBG (IMB) untuk bangunan yang menggunakan konstruksi baja impor karena bahan baku tidak memiliki SNI dan TKDN.
- Tidak memberikan label SNI untuk produk yang dihasilkan dari pabrik yang memakai baja impor.
- Menghentikan izin investasi asing baru di sektor konstruksi baja dan rantai pasoknya.
- Menyetop penerbitan surat persetujuan impor (SPI) untuk produk konstruksi baja.
- Memperketat pengawasan impor konstruksi baja dengan HS Code 9406.xx dan 7308.xx oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Baca Juga: Kuota Impor Baja Dipangkas, Produsen Mobil Eropa Terancam Lonjakan Biaya
Pasar Timpang, Fabrikator Lokal Terancam Mati
Menurut Budi, akar persoalan ini terletak pada ketidakseimbangan struktural perdagangan internasional yang menimbulkan persaingan tidak adil.
Ia menilai bea masuk nol persen untuk produk baja jadi seperti rangka atap dan struktur baja pra-fabrikasi menyebabkan distorsi pasar serius, sehingga banyak tukang las dan pekerja fabrikasi dalam negeri kehilangan pekerjaan.
“Ini seperti menyuruh petinju lokal bertarung tanpa sarung tangan melawan petinju dunia yang lengkap. Produk impor 20–40% lebih murah karena desainnya tipis, sementara fabrikator dalam negeri wajib mengikuti standar desain gempa SNI,” ujarnya.
Kondisi tersebut membuat bengkel las dan pabrik fabrikasi kecil-menengah banyak yang mengurangi kapasitas, bahkan terpaksa tutup.
“Jika fabrikator lokal mati, siapa yang akan membeli bahan baku dari perusahaan baja lokal? Kebijakan yang seharusnya mendukung industri justru melukai pelaku di dalam negeri,” tambah Budi.
Baca Juga: Peluang Pasar Baja Indonesia di Kawasan Eropa
Dorongan Revisi Kebijakan dan Penguatan TKDN
ISSC mendorong pemerintah merevisi kebijakan bea masuk nol persen, serta menerapkan bea masuk anti-dumping dan safeguard terhadap produk yang terbukti melakukan praktik perdagangan tidak sehat.
Selain itu, ISSC meminta penguatan penerapan TKDN dan dukungan strategis agar industri baja lokal semakin efisien dan kompetitif.
“Kami tidak menuntut proteksi berlebihan, tetapi kebijakan yang adil dan berpihak pada pelaku lokal. Jangan biarkan industri strategis yang menjadi tulang punggung pembangunan ini sekarat karena kebijakan yang justru membunuhnya,” tegas Budi Harta Winata.
Selanjutnya: Bakal Jadi Ketua Tim Koordinasi MBG, Zulhas Targetkan 82,9 juta Penerima pada Maret
Menarik Dibaca: Blibli Hadirkan The Blibli Match: Padel Series, Total Hadiah Rp 600 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













