Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gempuran produk impor masih menjadi momok bagi industri peralatan rumah tangga (houseware) nasional.
Ketua Indonesia Housewares Association (IHA), Sjamsoe Fadjar mengatakan produk impor berharga murah membuat produsen dalam negeri kesulitan bersaing, bahkan tak sedikit yang akhirnya gulung tikar.
Menurutnya, tantangan paling mendesak bagi industri houseware adalah ketiadaan standar nasional produk. Kondisi ini membuat barang impor berkualitas rendah tetap mudah masuk ke pasar domestik dan diminati konsumen karena harganya murah.
“Tantangan terbesar adalah tidak adanya standarisasi produk. Misalnya food tray yang sedang tren digunakan dalam program makan bergizi gratis (MBG), seharusnya sudah mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun kenyataannya, masih banyak yang belum sesuai standar sehingga kualitasnya buruk, bahkan ada yang mudah berkarat,” ujar Fadjar dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Baca Juga: Emiten Ritel Akan Terdorong Sentimen Musiman di Kuartal IV-2025, Cek Pilihan Sahamnya
Fadjar menegaskan pentingnya penerapan SNI tidak hanya untuk produk food tray, tetapi juga untuk berbagai kategori houseware lainnya. Hal ini dinilai krusial agar produk yang beredar di pasar memenuhi standar kesehatan dan keamanan konsumen.
Fadjar menambahkan, pihaknya akan terus mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, untuk segera menerapkan SNI pada produk-produk houseware di Indonesia.
“Produk yang tidak sesuai standar itu berisiko, warnanya tidak stabil, kualitasnya rendah, bisa berkarat, bahkan bahan bakunya tidak layak untuk food use. Kita tidak ingin konsumen Indonesia menggunakannya,” ujarnya.
Meski menghadapi tantangan, IHA melihat peluang besar bagi pelaku industri lokal, termasuk UMKM, untuk berkompetisi.
Menurut Fadjar, produsen kecil pun bisa bersaing asalkan mendapat bimbingan dalam hal kualitas, desain, regulasi, hingga akses pasar.
Salah satu strategi IHA adalah menghadirkan pameran berskala internasional. Ajang ini bukan sekadar arena jual-beli, tetapi juga wadah pembelajaran dan networking.
Lewat pameran, UMKM dapat melihat langsung benchmark produk global, belajar inovasi desain dan kemasan, serta membangun jejaring dengan buyer dan distributor internasional.
“Pameran bukan hanya tempat transaksi, tetapi ruang untuk belajar, berinovasi, dan membuka akses pasar. UMKM bisa terhubung dengan pemain global sekaligus menyerap inspirasi dari kualitas dan packaging internasional,” kata Fadjar.
Baca Juga: Prospek Emiten Ritel Disokong Kebijakan Fiskal & Moneter, Ini Rekomendasi Sahamnya
IHA juga menargetkan produk-produk houseware lokal bisa dipromosikan ke berbagai event internasional, mulai dari Vietnam, Rusia, hingga China.
Dengan jaringan asosiasi global, Fadjar yakin produk Indonesia bisa lebih dikenal dan berpotensi masuk ke pasar Eropa maupun Afrika. Apalagi dengan adanya perjanjian dagang Indonesia dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) yang telah diteken oleh pemerintah yang semakin menambah peluang ekspor.
Namun demikian, ia mengingatkan kesiapan ekspor bukan hal mudah. Produsen lokal harus memahami standar kualitas internasional, regulasi negara tujuan, hingga konsistensi dalam desain dan packaging. “Kalau tidak, risiko ditolak pasar luar negeri sangat besar,” ujarnya.
Fadjar berharap pemerintah dapat mendukung industri houseware dengan regulasi yang lebih sinkron antar kementerian, insentif bagi produsen lokal, serta percepatan penerapan SNI.
Dengan langkah itu, ia optimistis industri houseware Indonesia bisa tumbuh lebih sehat, kompetitif, dan mampu mengurangi ketergantungan pada impor.
Selanjutnya: Terbilang Murah, Investor Turunkan Ekspektasi Terhadap Saham Big Banks
Menarik Dibaca: Peluang Sukses Besar! Ini Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok 4 Oktober 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News