Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga kakao global yang cukup drastis telah menjadi tantangan besar bagi industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia.
Pada 15 Agustus 2024, harga kakao melonjak 150,58% year-on-year (YoY) menjadi US$ 8.449 per ton, dengan peningkatan 7,13% hanya dalam sebulan terakhir.
Kondisi ini memaksa industri mamin untuk mencari solusi guna mengatasi dampaknya.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mencatat bahwa kenaikan harga kakao ini telah terjadi selama beberapa bulan terakhir.
Penyebab utamanya adalah penurunan stok akibat berkurangnya hasil panen kakao di Afrika, salah satu produsen utama kakao di dunia.
"Industri mamin mengalami kesulitan akibat kenaikan harga ini. Tidak ada pilihan lain selain menyesuaikan harga produk," kata Adhi Lukman, Ketua Umum Gapmmi, dalam keterangannya kepada KONTAN, Minggu (18/8).
Baca Juga: Potensi Produk Tembakau Alternatif Kurangi Risiko Akibat Merokok
Dalam menghadapi situasi ini, industri mamin di Indonesia telah mengadopsi berbagai strategi inovatif.
Salah satunya adalah dengan menggunakan bahan baku alternatif. Misalnya, cocoa butter yang biasanya digunakan dalam produk cokelat kini digantikan dengan cocoa butter substitute yang berbahan dasar sawit.
"Cocoa butter substitute tidak hanya lebih tahan panas, tetapi juga lebih ekonomis dibandingkan cocoa butter," jelas Lukman.
Selain itu, industri mamin juga melakukan penyesuaian formula produk dengan menggunakan flavor kakao yang lebih terjangkau. Langkah-langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan pada kakao dan menekan biaya produksi.
Baca Juga: Industri Manufaktur Dibayangi Tekanan pada Semester I-2024
Terkait kemungkinan kolaborasi antara perusahaan-perusahaan dalam hal impor kakao untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif, Lukman menilai hal tersebut sulit untuk diwujudkan.
Sebagai gantinya, industri akan terus mencari solusi efektif dan efisien untuk menanggulangi dampak kenaikan harga kakao ini.
"Setiap perusahaan memiliki kepentingan dan spesifikasi yang berbeda, sehingga menjajaki impor bersama mungkin tidak praktis," tutup Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News