kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri Manufaktur Dibayangi Tekanan pada Semester I-2024


Rabu, 07 Agustus 2024 / 18:23 WIB
Industri Manufaktur Dibayangi Tekanan pada Semester I-2024
ILUSTRASI. Industri manufaktur di Indonesia masih dibayangi sejumlah tekanan sepanjang semester I-2024


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Industri manufaktur dibayangi tekanan sepanjang semester I 2024. Penurunan utilisasi hingga dampak produk impor dan menurunnya daya beli masyarakat menekan kinerja industri manufaktur.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalami tekanan khususnya dalam dua tahun terakhir.

"Sehingga kinerjanya negatif dan kontribusinya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terus turun. Pada kuartal II 2022 utilisasi masih 72%, kemudian terus turun hingga hingga 45% di kuartal II 2024," ungkap Gita kepada Kontan, Rabu (7/8).

Gita menjelaskan, penyebab utama penurunan kinerja pasar dalam negeri karena banyaknya produk impor ilegal. Salah satunya disebabkan oleh buruknya kinerja Bea Cukai.

Baca Juga: Industri Manufaktur Kontraksi, Apindo Beberkan Pangkal Masalahnya

"Bea cukai melegalkan praktik importasi borongan dan mengizinkan para importir untuk masuk tanpa membayar kewajiban perpajakan sesuai aturan. Hal ini semakin diperparah dengan pembiaran yang dilakukan oleh Menteri Keuangan," tegas Gita.

Gita mengungkapkan, jika kondisi ini terus dibiarkan maka industri TPT berpotensi terus mengalami tekanan. Selain pembenahan produk impor ilegal, Gita menilai industri TPT membutuhkan dukungan harga energi murah.

"Untuk menaikkan daya saing kita perlu harga gas US$ 6 per MMBTU," jelas Gita. Saat ini, industri TPT belum termasuk dalam 7 sektor penerima manfaat Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Sementara itu, kondisi yang relatif lebih baik dialami industri makanan dan minuman.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, kondisi industri masih cukup terjaga.

"Pertumbuhan kuartal II-2024 untuk industri mamin masih terjaga 5,5%, memang sedikit turun dari kuartal I-2024 yang 5,87%," kata Adhi kepada Kontan, Rabu (7/8).

Adhi menjelaskan, penurunan daya beli masyarakat kelas bawah cukup mempengaruhi kinerja sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Dengan kondisi ini, masyarakat umumnya lebih selektif dalam kegiatan konsumsi dan memprioritaskan kebutuhan pokok. 

Faktor lainnya yakni industri mamin mengalami tantangan kenaikan biaya, logistik, bahan baku. 

"Sehingga ini menggerus margin. Upaya memberi insentif ke kelas bawah terbatas," imbuh Adhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×