Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca melalui pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ditargetkan dapat mencapai target bauran EBT 23% pada 2025 mendatang.
Merujuk data Kebijakan Energi Nasional (KEN), target EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dari total energi primer sebesar 400 juta ton setara minyak bumi (MTOE) dan 31% pada tahun 2050 dari total energi primer sebesar 1.000 MTOE.
Lewat upaya tersebut, pemerintah mengharapkan terjadi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara signifikan yaitu sebesar 34,8% di tahun 2025 dan 58,3% di tahun 2050.
Baca Juga: Permintaan dari China bikin harga batubara kian membara
Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengungkapkan komitmen pemerintah untuk mendorong pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) baik biodiesel maupun bahan bakar biohidrokarbon demi menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Ia pun memastikan pada tahun depan kapasitas produksi biodiesel diproyeksikan meningkat hingga 15 juta kiloliter, kendati terjadi penurunan demand akibat pandemi covid-19. "Kapasitas produksi akan bertambah di 2021 seiring ekspansi industri biodiesel," terang Feby kepada Kontan.co.id, Minggu (6/12).
Feby melanjutkan, saat ini kapasitas terpasang produksi biodiesel mencapai 12 juta kl. Adapun, hingga November 2020 serapan biodiesel mencapai 7,5 juta kl.
Masih menurut Feby, untuk tahun 2021 nanti pengembangan biodiesel masih akan berfokus pada B30. Untuk itu, ia memastikan kordinasi turut dilakukan dengan BUMN termasuk Pertamina. "Kita koordinasi dengan Pertamina untuk produk biohidrokarbon seperti D100," kata Feby.
Pertamina sebagai salah satu badan usaha pemasok kini telah menyalurkan total 12 juta kl ke konsumen ritel sejak implementasi perdana program B30 pada November 2019 silam. "Setelah berhasil mengimplementasikan distribusi biodiesel pada November 2019. Pertamina siap untuk menjalankan kembali program Biodiesel sesuai penugasan Pemerintah untuk tahun 2021," terang VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/12).
Baca Juga: Usulan perubahan status SKK Migas menjadi BUMN khusus kian mencuat
Fajriyah melanjutkan, selain lewat program B30, Pertamina kini juga tengah mengembangkan green diesel (D-100) hasil pengolahan Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100%
Sebelumnya, pada Juli 2020 Pertamina telah merampungkan uji coba produksi Green Diesel (D100) di Kilang Dumai sebesar 1.000 barel. Sebelumnya di Maret 2020, juga telah dilakukan uji coba co-processing Green Gasoline di Kilang Cilacap. Uji coba juga akan berlanjut untuk co-processing Green Avtur yang ditargetkan pada akhir 2020 di Kilang Plaju.
Selain lewat pengembangan bioenergi, potensi EBT dari sektor panas bumi masuk dalam salah satu sektor EBT yang jadi fokus pemerintah. Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Finahari Nurhayatin mengungkapkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) diharapkan mencapai 3.577 MegaWatt (MW) dari kapasitas saat ini sebesar 2.130 MW.
"Untuk investasi dari panas bumi pada tahun depan dan beberapa tahun mendatang diharapkan dapat mencapai US$ 1,3 miliar per tahun," jelas Ida kepada Kontan, Minggu (6/12).
Rencana mendorong pemanfaatan EBT melalui panas bumi turut dilakukan Pertamina melalui Subholding Power and New & Renewable Energy Pertamina yaitu PT Pertamina Power Indonesia (PPI).
Baca Juga: Harga batubara berpotensi terus naik hingga US$ 80 per ton
Corporate Secretary Pertamina Power Indonesia Dicky Septriadi menjelaskan pengelolaan panas bumi melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE) tercatat memiliki kapasitas mencapai 672 MW.
"Untuk own operation melalui PGE tersebar di Kamojang (Jawa Barat) 235MW, Lahendong (Sulawesi Utara) 120MW, Ulubelu (Lampung) 220MW, Sibayak (Sumatera Utara) 12MW, Karaha (Jawa Barat) 30 MW dan Lumut Balai (Sumatera Selatan) 55MW," ungkap Dicky.
Selain itu, melalui joint operation contract tercatat total kapasitas 1.205 MW bersama Star Energy di Wayang Windu, Darajat dan Gunung Salak. Serta JOC dengan Sarulla Operation di Sarulla Sumatera Utara.
Dicky melanjutkan, demi menggencarkan pengembangan panas bumi, Pertamina kini tengah berfokus merampungkan komitmen dalam proses lelang EPC untuk Proyek Lumut Balai Unit 2 dengan target kapasitas terpasang 55 MW. "Proyek ini merupakan kerjasama antara pemerintah RI dengan Jepang melalui The Japan International Cooperation Agency (JICA)," kata Dicky.
Baca Juga: Permintaan meningkat drastis, harga batubara menguat tajam
Adapun, besaran investasi yang disiapkan Pertamina tercatat mencapai US$ 2,68 miliar hingga 2026 mendatang dengan target tambahan kapasitas sebesar 400 MW.
Dicky mengungkapkan, pengembangan panas bumi diharapkan dapat berkontribusi pada target pemerintah mengejar bauran EBT 23% di 2025 mendatang. "Dengan potensi geothermal yang sangat besar, Indonesia memiliki masa depan cerah untuk utilisasi panas bumi sebagai basis energi bersih," jelas Dicky.
Selanjutnya: Proyek PLTS terapung Cirata masuk fase water breaking pekan depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News