Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Shell Eco-marathon Asia-Pacific and the Middle East 2024, kembali hadir dan diikuti oleh 78 tim dari 12 negara untuk kompetisi kendaraan hemat energi, baik di dalam maupun di luar lintasan.
Bukan sekadar menjadi ajang adu penemuan, Shell Eco Marathon juga menjadi wadah inovasi terbaru karya anak bangsa yang bermanfaat bagi industri di Indonesia khususnya otomotif.
Global General Manager Shell Eco-marathon Norman Koch mengungkapkan, kompetisi ini sudah melahirkan inovasi yang saat ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebut saja, teknologi start stop engine pada kendaraan di jalan raya yang diaplikasikan saat jeda di lampu lalu lintas atau saat berhenti sejenak.
Baca Juga: Segini Hadiah Shell Eco-Marathon, Ada yang Bakal Dikirim ke Pabrik Ducati
"Terkait inovasinya, jadi salah satunya adalah start-stop yang sudah dikembangkan mahasiswa dari tahun 80-an. Teknologi tersebut baru dipakai secara mainstream 10 tahun kemudian," kata Norman saat ditemui di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok, Kamis (4/7).
Lebih lanjut, software modelling charging terutama untuk electric vehicle yang telah ditemukan dalam Shell Eco-marathon.
"Lalu, kami menemukan software model charging discharging terutama untuk kendaraan listrik," jelasnya.
Dan terakhir ada inovasi berupa komponen body rings yang masih terus dikembangkan dan sudah diadopsi dalam kehidupan sehari-hari.
Norman menambahkan, dari semua inovasi itu bahkan penemuan yang diperlombakan setiap tahunnya tidak akan diambil hak ciptanya oleh Shell.
Baca Juga: Shell Tidak Akan Adopsi Hasil Karya Pemenang di Ajang Shell Eco Marathon 2024
"Yang perlu ditekankan, mahasiswa di sini memiliki secara penuh hak kekayaan intelektual mereka. Kami tidak akan mematenkan teknologi itu dan memakainya karena itu sepenuhnya milik tim-tim mahasiswa," ujarnya.
Ia menegaskan jika bahwa perusahaan hanya mewadahi dan memfasilitasi para pemenang menyalurkan atau memasarkan inovasinya pada mitra Shell dalam ajang SEM.
"Kami hanya membantu mereka mematenkan inovasi (menjadi hak paten) karena itu adalah penemuan mereka, ide mereka, dan kampus boleh mengkomersialkan itu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News