Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk mendorong industri hilir di dalam negeri, pemerintah melarang kegiatan ekspor bahan mentah dan konsentrat mineral.
Dimulai dari pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020, kemudian pelarangan ekspor bauksit di 2022, dan menyusul tembaga di 2023. Di sisi lain, pemerintah juga mendorong pelaku industri untuk mengembangkan fasilitas pemurnian atau smelter.
Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menilai upaya pemerintah melarang ekspor sejumlah komoditas mineral adalah untuk memacu Indonesia menghasilkan komoditas yang bernilai tambah.
"Saat ini pembangunan smelter semakin dipacu. Di Gresik dan kota lain, sedang giat membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang tentunya dalam waktu dekat akan selesai," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (9/12).
Baca Juga: Ekspor timah dan tembaga bakal dilarang, ini dampaknya ke emiten komoditas mineral
Berdasarkan kabar terkini, pada kuartal III 2021 sudah dibangun sampai 23 smelter. Djoko optimistis, pada 2030 mendatang target 30 smelter pasti akan tercapai. Menurutnya, saat ini investor dari China berlomba-lomba memindahkan smelter ke Indonesia untuk membuat penghematan transportasi. Djoko bilang, mereka sudah mendapatkan tax holiday.
"Di sisi lain, kalaupun ada insentif lain, tentu pembangunan smelter akan semakin cepat. Masalahnya kita perlu menjaga cadangan neraca nikel," tandasnya.
Seperti diketahui, saat ini PT Vale Indonesia Tbk (INCO) merencanakan pembangunan sejumlah proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru, yakni smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah dan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto memparkan, perihal insentif terhadap pengembang smelter, dia berpesan kepada pemerintah untuk menimbang insentif lain selain tax holiday.
Baca Juga: Alasan Jokowi tetap larang ekspor nikel meski digugat di WTO
"Mungkin pemerintah bisa mempertimbangkan memberikan insentif atau kebijakan khusus untuk investasi yang commit terhadap low carbon emission," jelasnya saat dihubungi terpisah.
Asal tahu saja, saat ini INCO akan mengaliri listrik di smelternya di Bahodopi menggunakan PLTG yang memanfaatkan LNG. Bernardus bilang, salah satu komitmen Vale Indonesia adalah mengurangi footprint karbon dari kegiatan operasionalnya. Dengan komitmen tersebut, semua keputusan investasi pun harus menggunakan prinsip yang sama, yakni seminimal mungkin menimbulkan emisi karbon.
"Jadi selama technically feasible, kami akan mengutamakan sumber energi dengan emisi karbon lebih rendah seperti LNG dan sumber energi lain seperti bio-gas/bio-fuel," tegasnya.
Selain Vale Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara sedang dalam proses membangun smelter di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan total biaya US$ 1,4 miliar.
Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Rachmat Makkasau mengatakan memaparkan salah satu proyek yang terus dilaksanakan di tahun depan adalah melanjutkan pembangunan smelter.
Seperti yang diketahui, smelter dengan kapasitas 900.000 ton konsentrat per-tahun ini sedang dalam tahap konstruksi dan memulai pembangunan dengan intens. Namun, dalam proses pembangunannya, Rachmat mengakui, pihaknya mengalami banyak sekali tantangan khususnya karena pandemi Covid-19.
"Dengan kondisi tersebut kami juga berfikir akan ada delay dalam pelaksanaan dan eksekusi proyek. Namun, kami yakin dapat meminimalkan delay sehingga target yang dicanangkan pemerintah di mana smelter harus selesai pada 2023 paling tidak bisa tercapai," jelasnya dalam webinar yang diselenggarakan E2S dengan topik "Outlook Sektor ESDM 2020: Leading Post-Pandemic Business Recovery" pada Rabu (8/12).
Baca Juga: Luhut: Indonesia andalkan hilirisasi mineral untuk tekan defisit transaksi berjalan
Lebih lanjut, Rachmat memaparkan, tantangan yang juga dihadapi dalam proyek adalah isu logistik. Sebagai gambaran saja, pada saat pihak manajemen ingin bertemu dengan tim engineering yang terlibat, pihaknya harus menghadapi aral-melintang dari segi zona waktu. Atau semisal mau bertemu, setiap negara punya kebijakan pembatasannya sendiri.
"Jadi saya pikir di fase awal sangat menantang dalam mengumpulkan semua informasi. Kemudian, saat eksekusi pelaksanaan proyeknya sisi logistik akan menjadi tantangan," terangnya.
Rachmat bilang, salah satu cara yang dapat mempercepat pembangunan smelter, ialah perizinan yang diharapkan bisa berjalan dengan cepat. Kemudian, dukungan dari stakeholder dapat berjalan dengan baik. Dia mengungkapkan, saat ini dukung pemerintah daerah dan Kementerian ESDM sangat kuat terhadap pembangunan smelter ini.
"Harapan kami semua insentif yang kami ajukan terhadap proyek ini bisa disetujui seperti tax holiday, kemudahan ekspor, bonded zone. Hal-hal itu bisa membantu mempercepat dan membantu keekonomian proyek," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News