kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.304   -209,00   -1,30%
  • IDX 6.974   -134,09   -1,89%
  • KOMPAS100 1.041   -22,95   -2,16%
  • LQ45 818   -15,73   -1,89%
  • ISSI 212   -4,34   -2,01%
  • IDX30 418   -8,45   -1,98%
  • IDXHIDIV20 505   -8,89   -1,73%
  • IDX80 119   -2,59   -2,14%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,88%
  • IDXQ30 139   -2,40   -1,69%

Insentif Padat Karya Dinilai Belum Maksimal Mengatasi Dampak PPN 12%


Kamis, 19 Desember 2024 / 12:07 WIB
Insentif Padat Karya Dinilai Belum Maksimal Mengatasi Dampak PPN 12%
ILUSTRASI. Pemerintah meluncurkan sejumlah insentif untuk sektor industri padat karya, seperti subsidi kredit revitalisasi mesin industri. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan diberlakukannya kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%, pemerintah meluncurkan sejumlah insentif untuk sektor industri padat karya, seperti subsidi kredit revitalisasi mesin industri, penanggungan PPh 21 bagi pekerja, serta bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja di BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, efektivitas insentif ini dalam memitigasi dampak kenaikan PPN masih menjadi perdebatan.

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana, mengungkapkan bahwa insentif tersebut belum cukup efektif. Menurutnya, masalah utama yang dihadapi industri padat karya bukan terletak pada mesin atau insentif tersebut, melainkan pada kondisi pasar domestik yang sudah jenuh. 

Baca Juga: Hitungan BI, Dampak PPN 12% Minim Ke Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

"Apa pun yang dilakukan oleh pabrik, tidak akan mungkin bisa berkompetisi dengan produk legal yang sangat murah karena pemerintah lemah dalam pengawasan, apalagi yang ilegal," tegas Danang kepada KONTAN, Kamis (19/12).

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin, memberikan pandangan yang lebih positif. Ia mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan insentif sebagai upaya menyelamatkan dan mendorong ekonomi nasional. 

Saleh menilai bahwa insentif seperti PPh 21 yang ditanggung pemerintah dan subsidi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dapat meringankan beban pekerja formal, terutama dalam menghadapi tekanan kenaikan harga barang. Namun, ia menekankan bahwa setelah PPh ditanggung pemerintah, tantangan selanjutnya adalah bagaimana agar efisiensi biaya tersebut dapat meningkatkan konsumsi domestik.

Saleh juga mengingatkan bahwa insentif terkait pembiayaan revitalisasi mesin dan restrukturisasi kredit akan lebih bermanfaat jika pasar dalam kondisi ekspansif dan perusahaan tengah berencana untuk berkembang. 

Ia menambahkan bahwa penciptaan lapangan kerja baru menjadi fokus utama yang perlu diperhatikan pemerintah, terutama mengingat penurunan jumlah kelas menengah Indonesia yang tercatat turun menjadi 17,4% pada 2023. 

Baca Juga: Berlaku 1 Januari 2025, Cek Golongan Listrik PLN yang Kena Tarif PPN 12%

"Tanpa penciptaan lapangan kerja baru, penurunan kelas menengah akan berdampak pada penurunan daya beli domestik," ujarnya saat dikonfirmasi Kontan.

Sementara itu, industri dengan orientasi ekspor diperkirakan akan terkena dampak yang lebih minimal terhadap fluktuasi nilai tukar USD, karena mereka membeli bahan baku dalam bentuk USD dan melakukan transaksi penjualan juga dalam mata uang yang sama.

Secara keseluruhan, meskipun pemerintah telah memberikan sejumlah insentif untuk sektor padat karya, tantangan besar tetap ada dalam hal efektivitas implementasi kebijakan ini untuk meredam dampak dari kenaikan PPN 12% serta meningkatkan daya saing industri di pasar domestik.

Selanjutnya: Transaksi Keuangan BNI Agen46 Diproyeksi Melonjak Jelang Natal dan Tahun Baru

Menarik Dibaca: Ada Kuliner Kereta by KAI di Promo Kuliner via BRI Edisi Libur Nataru 2024-2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×