Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengembangan pembangkit energi terbarukan (ET) ketenagalistrikan dinilai masih menjadi tantangan, utamanya terkait harga listrik energi bersih ini dinilai masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan listrik berbasis energi fosil.
Ketua Pusat Studi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Sarjiya mengungkapkan, minat investor untuk berinvestasi di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh seberapa menarik harga yang ditawarkan kepada mereka.
“Tantangannya saya kira, kita memiliki target energi terbarukan yang kemudian bagaimana investor berminat untuk masuk. Ketika investor berminat masuk mungkin di sana ada isu berapa sih sebenarnya harga yang dianggap menarik untuk investor,” tutur Sarjiya kepada awak media, Jumat (17/10/2025).
Baca Juga: Airlangga Ungkap Rencana Pembangunan PLTSa untuk Wujudkan Pariwisata Bersih
Ia menjelaskan bahwa harga yang menarik bagi investor juga harus tercermin dari tarif listrik dari energi terbarukan tersebut, sebab komponen biaya dalam pengembangan energi akan direcover melalui mekanisme tarif.
Dalam kesempatan yang sama, Tim Peneliti Pusat Studi Energi UGM Saiqa Ilham Akbar bilang, alasan terhambatnya EBT di Indonesia adalah lantaran harga batu bara yang terlalu murah dan sulit untuk digantikan.
Ia juga menilai, pertumbuhan industri ketenagalistrikan yang bersih membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai. Selama ini, menurutnya, tidak semua kebutuhan tersebut dapat ditangani oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Itu juga yang juga perlu nanti ketika ada lembaga inventor yang mengatur perencanaannya maupun pelaksanaannya. Tarifnya juga bisa disesuaikan dengan sumber energinya,” jelasnya.
Selain itu, untuk mendorong ET tersebut, Tim Pusat Studi Energi UGM juga mendorong adanya lembaga independen. Ketika lembaga tersebut hadir dan mendapat kepercayaan publik, kepercayaan investor juga dinilai akan meningkat.
Baca Juga: Pengembangan PLTP Huluhais, ESDM: PLN Masih Tunggu Lampu Hijau dari Danantara
Saiqa menambahkan, dengan meningkatnya kepercayaan tersebut, jumlah investor yang masuk ke sektor ketenagalistrikan, terutama di bidang pembangkitan, akan semakin banyak. Ia berharap, dengan adanya kompetisi yang sehat, harganya juga dapat turun.
Terkait tarif, menurutnya tantangan di Indonesia adalah cakupan wilayah yang luas. sehingga kondisi di Jawa akan berbeda dengan di Papua atau Maluku, tergantung pada sumber energinya.
“kita kan inginnya sumber energi bersih kita bisa memberikan harga yang lebih baik bagi investor. Kemudian bagi yang batubara juga kita harus masukkan ke situ faktor-faktor eksternalitasnya juga dimasukkan ke situ sehingga EBT bisa bersaing,” tandasnya.
Selanjutnya: Menkeu Purbaya Optimistis Ekonomi Bisa Capai 5,6% pada 2025, Prabowo Siapkan Hadiah
Menarik Dibaca: Promo Bakmi GM BGM Day 17–19 Oktober, Menu Mulai Rp 20.000-an Free Teh Botol
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News