Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu rencana merger antara Gojek dan Grab mencerminkan tekanan berat yang dihadapi model bisnis ride-hailing di Asia Tenggara.
Meski keduanya telah membangun ekosistem digital berskala besar, model bisnis padat modal dan persaingan ketat membuat efisiensi menjadi kebutuhan mendesak.
Baca Juga: Pemerintah Dinilai Harus Turun Tangan Perihal Rumor Merger Grab-GoTo
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, motif utama dari potensi merger ini tidak lepas dari lima alasan: memperluas skala usaha, menurunkan biaya per unit, meningkatkan valuasi, menekan risiko kebangkrutan, serta menciptakan hambatan bagi pesaing baru.
Namun, dalam konteks Gojek dan Grab, motif paling kuat menurut Huda adalah efisiensi biaya.
“Dengan merger, ada banyak pos biaya yang bisa ditekan, terutama dari sisi pemasaran dan operasional. Selama ini keduanya bersaing agresif lewat promosi. Maka, efisiensi jadi alasan logis untuk bergabung,” ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (19/5).
Ia menambahkan, skala bisnis yang besar menuntut investasi modal sangat tinggi, namun belum menghasilkan profit jangka panjang.
Baca Juga: Soal Isu Merger dengan GoTo dan Tuduhan Dominasi Asing, Grab Buka Suara
Kompetisi ketat memaksa kedua pemain terus melakukan “pembakaran uang”.
“Itulah mengapa isu merger terus muncul karena tekanan modal yang besar dan kebutuhan efisiensi,” jelasnya.
Namun, langkah ini bukan tanpa risiko. Potensi merger dikhawatirkan bisa mengundang perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jika dinilai mengarah pada dominasi pasar dan menghambat kemunculan pemain baru.
“Kalau merger ini tujuannya untuk menghalangi kompetitor tumbuh lewat kekuatan pasar, maka bisa dianggap tidak sehat secara kompetitif,” lanjut Huda.
Dari sisi konsumen dan mitra driver, dampaknya juga signifikan. Dalam jangka pendek, efisiensi bisa menurunkan tarif dan potongan untuk driver.
Baca Juga: Manajemen GOTO Beri Klarifikasi Terkait Rumor Akuisisi Oleh Grab
Namun, dalam jangka panjang, dominasi satu entitas bisa menciptakan monopoli harga.
“Konsumen dan driver akan kehilangan pilihan. Awalnya bisa terjadi predatory pricing, lalu tarif naik setelah pesaing rontok,” tegasnya.
Di tengah isu ini, Gojek (GoTo) baru saja mendapat suntikan dana dari ByteDance. Hal ini menunjukkan masih adanya kepercayaan pasar terhadap masa depan Gojek.
Meski begitu, tekanan untuk bertahan di tengah persaingan dan tuntutan profitabilitas membuat isu merger kembali menjadi opsi strategis yang realistis.
Selanjutnya: Jadi Calon Kuat Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto Punya Kekayaan Rp 6,67 Miliar
Menarik Dibaca: 5 Tips Cara Menghadapi Pasangan yang Ketahuan Selingkuh, Jangan Balas Dendam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News