kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.296   -70,00   -0,43%
  • IDX 7.065   -110,75   -1,54%
  • KOMPAS100 1.025   -19,53   -1,87%
  • LQ45 796   -18,81   -2,31%
  • ISSI 225   -1,20   -0,53%
  • IDX30 416   -10,01   -2,35%
  • IDXHIDIV20 494   -14,82   -2,91%
  • IDX80 115   -2,20   -1,87%
  • IDXV30 119   -2,04   -1,69%
  • IDXQ30 136   -3,44   -2,46%

Isu Sosial jadi Tantangan Pengembangan PLTP, Begini Penjelasan ESDM


Senin, 14 April 2025 / 17:15 WIB
Isu Sosial jadi Tantangan Pengembangan PLTP, Begini Penjelasan ESDM
ILUSTRASI. Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dikembangkan PLN.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah sosial atau social issues masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia.

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi saat ini pemerintah tengah mendapatkan penolakan dari pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulumbu di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Eniya mengakui bahwa isu negatif terkait efek samping dari pengembangan PLTP menjadi salah satu tantangan dalam mengimplementasikan panas bumi di dalam negeri.

"Isu-isu positifnya bisa kita dengungkan terus-menerus. Karena kadang isu negatif ini sangat masif dan sangat agresif. Kita sampai rada kalah isu positifnya," ungkap Eniya dalam press conference The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta, Senin (14/04).

Baca Juga: Indonesia Gaspol! Target Kalahkan AS soal Kapasitas PLTP di 2029

Lebih detail terkait penolakan di Flores, pihak Kementerian ESDM ungkap Eniya telah berkomunikasi langsung dengan Gubernur NTT untuk mengantisipasi dampak dari demo tersebut.

"Ini (Flores) akan kita follow up. Saya dan Pak Wamen (Yuliot) akan pergi ke NTT juga untuk follow up hal tersebut," tambahnya.

Meski begitu, Eniya mengakui ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan, contohnya di kawasan proyek pemboran geothermal Mataloko. 

"Memang ada sedikit isu ya kami mengakui. Misalnya posisi Matalopo itu, ada manifestasi yang belum ditutup dan harus kita selesaikan," bebernya.

Asal tahu saja, di wilayah tersebut masih ada manifestasi kolam lumpur yang belum ditutup dan membutuhkan biaya penutuoan hingga US$ 5 juta.

"Kalau enggak ditutup, isunya juga makin besar. Ini kami masih berpikir nanti mohon disupport, nanti kami adakan FGD pembahasan sebelum kami dengan Pak Wamen pergi ke NTT," cetusnya Eniya.

Baca Juga: Menteri ESDM Pastikan Proyek PLTP 40 MW di Maluku Masuk RUPTL 2025-2034

Lebih lanjut Eniya mengatakan, isu negatif terkait dengan pembangunan PLTP harusnya sudah dapat dihilangkan dengan munculnya peningkatan teknologi. Contohnya, isu penggunaan air tanah yang akan berdampak terhadap kualitas dan kuantitas air untuk masyarakat sekitar. 

Menurutnya dengan menggunakan teknologi terbaru air yang digunakan oleh pembangkitan di PLTP menggunakan air dalam atau bukan berada di permukaan yang biasa digunakan oleh masyarakat.

"Airnya dipakai hanya sedikit dan itu bukan air permukaan tanah. Air yang lebih dalam lagi dan di itu close loop. Jadi dipakai kembali, diputar kembali, dipakai kembali," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×