kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.244   -44,00   -0,27%
  • IDX 7.085   19,39   0,27%
  • KOMPAS100 1.059   3,21   0,30%
  • LQ45 831   0,14   0,02%
  • ISSI 215   0,76   0,35%
  • IDX30 425   0,20   0,05%
  • IDXHIDIV20 514   0,88   0,17%
  • IDX80 121   0,27   0,22%
  • IDXV30 125   0,94   0,76%
  • IDXQ30 142   0,18   0,12%

Jangan lengah dengan harga minyak yang murah, begini alasannya


Rabu, 10 Juni 2020 / 16:33 WIB
Jangan lengah dengan harga minyak yang murah, begini alasannya
ILUSTRASI. Foto udara kawasan Kilang RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). PT Pertamina (Persero) resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak asal Abu Dhabi, ADNOC terkait pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan. A


Reporter: Dimas Andi, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah di pasar global relatif masih rendah. Kondisi ini mempengaruhi harga minyak mentah dalam negeri atau Indonesian Crude Price (ICP).

Pada bulan Mei, angka ICP memang naik 24,24% menjadi US$ 25,67 per barel dari posisi April. Namun nilai itu masih di bawah ICP pada Mei tahun lalu yang berada di harga US$ 68,07 per barel.

Baca Juga: Pertamina klaim megaproyek kilang minyak bisa serap ratusan ribu tenaga kerja

Meski harga minyak mentah sedang murah, pemerintah tidak serta merta menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Ada sejumlah pertimbangan, misalnya pemerintah masih mencermati perkembangan global, termasuk rencana pemangkasan produksi OPEC dan negara produsen lainnya. Di saat yang sama, daya beli masyarakat cenderung menurun sehingga mempengaruhi realisasi konsumsi BBM.

Sejatinya, minyak merupakan sumber energi fosil yang kelak akan habis. Dengan kata lain, pemerintah sebaiknya mulai memikirkan keseimbangan penggunaan energi, termasuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), yang kelak bisa menjadi alternatif pengganti minyak bumi.

Baca Juga: Harga minyak mentah turun lebih dari 1% karena persediaan minyak AS kembali naik

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebutkan, suatu saat nanti sumber energi fosil seperti minyak bumi akan habis. Ketika cadangan minyak mulai menipis, sementara kebutuhan energi semakin menanjak, maka harga berpotensi melonjak.

Dia mencatat, selama masa pandemi Covid-19, permintaan terhadap minyak mentah menurun drastis. OPEC beserta sekutunya pun mengurangi produksi demi menyelamatkan harga minyak mentah global.

Kondisi ini sejatinya bisa menjadi momentum pas bagi Indonesia untuk menggenjot pemanfaatan EBT. Ikhtiar itu bukan hanya untuk mencari sumber energi alternatif, melainkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Baca Juga: Produk CPO dan turunannya dari RI mulai ditolak di negara Eropa ini

"Pemerintah mesti memfasilitasi investor di sektor EBT dengan berbagai insentif," ungkap Fahmy.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, potensi energi alternatif selain BBM adalah bahan bakar nabati (BBN). Indonesia pun sudah mencoba mengembangkan bahan bakar berbasis minyak sawit dalam lima tahun terakhir.

Tahun ini, sudah ada program B30 atau pencampuran 30% minyak sawit dengan produk solar. "Program minyak nabati bukan hanya soal potensi. Konsistensi pengembangannya juga diperlukan oleh pemerintah," ujar dia.

Pengembangan B30 tetap harus digenjot meski ikut terganggu pagebluk Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah harus memikirkan secara matang program strategis dan intervensi dalam pengembangan EBT pasca Covid-19.

Menjaga ekosistem

Sementara itu, untuk mendukung kehadiran energi alternatif di dalam negeri, PT Pertamina berencana mengembangkan ekosistem energi yang berbasis fosil dan EBT secara seimbang. Pengembangan energi alternatif itu bahkan sudah tertuang dalam peta jalan (roadmap) jangka panjang perusahaan migas pelat merah ini.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Fajriyah Usman menyampaikan, sejalan dengan proyek migas dari hulu hingga hilir, Pertamina juga fokus mengembangkan proyek berbasis energi hijau.

Baca Juga: DEN: Program kilang Pertamina penting untuk ketahanan energi dan ketergantungan impor

Selain untuk keberlanjutan, proyek ini strategis bagi optimalisasi nilai aset dan berlimpahnya sumber daya di Indonesia. "Pertamina harus mempertimbangkan berbagai aspek, di antaranya memaksimalkan value aset dan resources yang berlimpah di Indonesia sambil terus mengoptimalkan upaya green transformation," kata dia.

Pertamina masih menjalankan proyek untuk menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan. Seperti pengembangan bahan bakar hijau (green diesel) di Cilacap dan green refinery di Plaju. "Pertamina berkomitmen memanfaatkan biodiesel sesuai arahan pemerintah untuk penerapan B30," kata Fajriyah.

Salah satu target dalam pengembangan kilang adalah perubahan spesifikasi BBM yang lebih berkualitas, yakni dari standar Euro 2 menjadi Euro 5. Adapun yang sudah terealisasi adalah Proyek Langit Biru Cilacap yang mampu menghasilkan produk BBM dengan standar Euro 4.

Baca Juga: Oil falls towards $40 as U.S. inventory rise revives glut worries

Program energi berkelanjutan ini, imbuh Fajriyah, diproyeksikan dapat menurunkan tingkat emisi secara signifikan. "Program perubahan spesifikasi itu bersama biofuel blending serta pengembangan baterai dan solar PV berpotensi menurunkan emisi sampai 27%," ungkap dia.

Akhirnya, semua pihak perlu mendukung dan mendorong masyarakat agar dapat beralih menggunakan energi yang ramah lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×