Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Pengusaha berkomitmen mendukung kebijakan swasembada sapi pada 2014. Tapi ada banyak hal yang perlu diperbaiki, mulai dari akurasi data populasi sapi, pembinaan peternak, hingga pembenahan jalur transportasi. Jika hanya memangkas impor tanpa menciptakan industri yang mapan, jangan berharap swasembada bisa tercapai.
Sejatinya, para pengimpor sapi dan daging sapi harus realistis menyikapi kebijakan pemerintah soal target swasembada sapi pada 2014. Bisnis mereka hari-hari ini memang meredup, akibat keran impor sapi terus ditekan.
Dalam dua tiga tahun terakhir, bisnis impor daging sapi masih menjanjikan. Pada 2010, misalnya, alokasi impor sapi setara 54% dari total kebutuhan nasional. Setahun kemudian, pada 2011, kuota impor kembali dipangkas menjadi 35% dari total kebutuhan nasional sebanyak 449.000 ton. Puncaknya, pada tahun ini, pemerintah kembali menekan impor setara 17,5% dari total kebutuhan nasional yakni 484.000 ton. Sebesar 17,5% jatah impor itu berupa daging sapi 34.000 ton dan sapi bakalan 283.000 ekor.
Joni Liano, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), mengemukakan, dengan mengacu ke data impor sapi tahun ini, maka sebagian besar pasokan, yakni 82,5% dari total kebutuhan nasional, akan dipenuhi dari produksi sapi dalam negeri.
Tapi faktanya, harga daging sapi hingga pekan lalu melonjak tinggi dan memberatkan para pelaku di tingkat hilir, seperti pedagang daging sapi di pasar tradisional.
Importir pun tak ingin dijadikan sasaran tembak atas melonjaknya harga daging sapi belakangan ini. "Mana mungkin importir yang hanya menguasai pasar 10%-an bisa mengendalikan harga daging," ungkap Joni.
Para importir sebenarnya tak menentang rencana pemerintah untuk swasembada sapi pada 2014. Tapi, mereka menyoroti kesiapan pasokan sapi lokal dalam menghadapi tingginya permintaan. "Kami tak tahu sapinya di mana, berapa jumlahnya. Sistem pendataan perlu dibenahi," kata Joni.
Yang pasti, sebanyak 24 perusahaan yang tergabung dalam Apfindo tetap optimistis menyikapi kebijakan impor sapi. Toh, Apfindo tetap berkomitmen menyerap sapi lokal. Pemerintah mewajibkan importir menyerap sapi lokal minimal 10% dari kapasitas. "Anggota kami malah sudah menyerap 30% dari kapasitas," ujar Joni.
Tapi harus diakui kualitas sapi lokal kalah bersaing dengan sapi impor. Dari sisi berat badan, rata-rata sapi impor berbobot 350 kilogram per ekor, atau sesuai aturan. Sedang bobot sapi lokal bervariasi, mulai 250 kg hingga 350 kg. Ini menyebabkan produksi tak efisien.
Pengusaha penggemukan akan melakukan treatment sebagian sapi dengan cara yang berbeda-beda. Ini membutuhkan biaya lagi. Berbeda dengan sapi impor yang lebih efisien. Sebab, berat sapi impor seragam sehingga perlakuannya pun sama.
Selain bobot, populasi sapi lokal dari berbagai daerah menyebabkan penggunaan kandang tak efisien. "Karena asalnya berbeda, banyak sapi yang berantem, kaki patah dan cacat. Ini tentu tidak mudah," ujar Joni.
Teguh Boediyana, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, mengakui kualitas sapi lokal masih harus ditingkatkan. Maklumlah, bisnis sapi di Indonesia belum menjadi industri. Berbeda dengan Australia atau Selandia Baru, di mana industri sapi di kedua negara itu sudah mapan dan profesional.
Populasi sapi di Indonesia menyebar. "Ada yang hanya punya satu-dua ekor. Kalo butuh uang, sapi dijual. Jika tak butuh, sapi tidak dilepas," ungkap Teguh.
Agar tercipta industri sapi yang mapan dengan kualitas yang baik, pemerintah harus ikut membenahi berbagai masalah. Peternak perlu diberdayakan agar menghasilkan produk berkualitas. Jalur pendistribusian juga mesti diamankan. Buruknya transportasi antar-pulau turut menghambat pasokan sehingga harga sapi melambung belakangan ini.
Target swasembada sapi di 2014 bukan tekad baru. Sebelumnya, pemerintah menargetkan swasembada sapi pada 2005 dan 2009, tapi gagal. Jika hanya memangkas impor tanpa membenahi industri dalam negeri, jangan berharap target swasembada sapi bisa tercapai. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News