kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika harga BBM dan listrik naik, begini dampaknya di industri petrokimia dan plastik


Senin, 04 Oktober 2021 / 16:18 WIB
Jika harga BBM dan listrik naik, begini dampaknya di industri petrokimia dan plastik
ILUSTRASI. Sejumlah pekerja melakukan pengaspalan plastik saat ujicoba aspal dari bahan baku plastik di Komplek Pemerintahan Kota Tegal, Jawa Tengah, Selasa (3/12/2019). Jika harga BBM dan listrik naik, begini dampaknya di industri petrokimia dan plastik.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) menilai kontribusi bahan bakar minyak dan listrik berkontribusi besar pada harga jual produk petrokimia hingga plastik jadi. Jika ada penyesuaian harga BBM maupun listrik karena kenaikan harga komoditas dan faktor lainnya, harga jual plastik di hilir bisa tertekan.

Sekjen Inaplas, Fajar Budiono memaparkan saat ini kontribusi BBM untuk distribusi produk di atas 60%. Adapun ongkos listrik dalam produksi menempati posisi kedua terbesar setelah bahan baku. Jika nanti ada penyesuaian tarif listrik akibat naiknya harga komoditas maupun pengenaan pajak karbon, Fajar mengatakan, bisa berdampak besar pada industri hilir plastik.

"Ongkos listrik mencapai 80% di luar biaya bahan baku. Nah, jika nantinya tarif listrik ada penyesuaian dapat mempengaruhi harga jual, naiknya bisa beragam mulai dari 5% hingga 10%," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (4/10). 

Fajar mengatakan, hal ini perlu diantisipasi dan dicermati pemerintah dalam penerapan pajak karbon. Pasalnya, negara ASEAN lain belum menerapkan pajak karbon sehingga harus dihitung ulang nilai keekonomiannya bagi industri. Fajar khawatir, industri plastik dalam negeri kalah saing dengan luar negeri. 

Baca Juga: Permintaan meningkat, pengusaha optimistis sektor manufaktur bakal kian menggeliat

"Sebagai informasi, saat ini 55% kebutuhan polymer masih diimpor, kemudian ada 115 HS number yang diimpor. Ada 1 juta ton produk jadi plastik yang masih impor," ujar Fajar. 

Jika harga plastik di dalam negeri tidak kompetitif, bisa jadi demand lokal digerogoti oleh produk impor. Fajar menegaskan, industri hilir plastik akan sangat tertekan.  

Fajar bilang, saat ini industri plastik hulu-hilir sudah mulai menampakan pemulihan. Di sisi hulu, rata-rata utilisasi industrinya sudah di atas 95%. Sedangkan untuk industri hilir, utilisasinya sudah mulai hampir mencapai 80% dari yang sebelumnya di posisi 50%-60%.

Artinya, industri plastik sudah mulai pulih, bahkan sudah ada beberapa perusahaan yang mulai ancang-ancang menambah mesin. 

Baca Juga: Risiko Masih Membayangi Kinerja Manufaktur

"Nah, ini harus diantisipasi juga, jangan sampai investasi sudah terealisasi, tarif listrik ada penyesuaian akibat pajak karbon dan hitung-hitungan bisnis berubah. Akhirnya daya saing akan kalah dengan produk impor, sia-sia nanti investasinya," tegas Fajar. 

Dibanding pajak karbon, sejatinya, Inaplas lebih mendukung program perdagangan karbon karena lebih adil bagi pelaku industri. 

Selanjutnya: Layanan Rumahsakit Kritis, Pemerintah Agresif Amankan Pasokan Oksigen Medis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×