Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
Akibatnya tidak hanya pada transportasi barang atau alur logistik, tetapi juga program konstruksi infrastruktur hingga upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor nasional. Penerapan aturan bisa berdampak pada perekonomian nasional.
"Karena itu, aturan ini belum layak diterapkan karena tidak sejalan dengan amanah perpres yang masih berlaku,” tambah Rico.
Adapun Kadin Bidang Logistrik dan Pengelolaan Rantai Pasokan mengusulkan beberapa pilihan mengatasi persoalan ini. Pertama, dibuat sistem pengawasan melekat dalam pendistribusian BBM bersubsidi kepada konsumen di setiap stasiun pengisian Bahan bakar (SPBU) agar tepat sasaran serta tepat guna.
Baca Juga: Banggar sepakati asumsi ICP turun jadi US$ 63 dalam APBN 2020
Langkah ini dapat menjamin pasokan Bahan bakar solar bersubsidi terhadap operator angkutan umum untuk barang di seluruh wilayah Indonesia sekaligus mencegah terjadinya kelebihan alokasi kuota BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran.
Kedua, menghapus program solar bersubsidi kepada angkutan barang. Pemerintah bisa menggantinya dengan insentif fiskal atau fasilitas kredit bagi operator angkutan darat.
Usulan ini muncul mengingat kondisi truk yang beroperasi saat ini tergolong sudah tua. Insentif fiskal dimanfaatkan untuk mendukung peremajaan armada truk yang beroperasi saat ini.
Insentif dapat berupa pemotongan bea masuk terhadap impor truk-truk modern yang hemat bahan bakar. Dengan demikian, harga truk-truk tersebut menjadi lebih terjangkau bagi pengusaha lokal. Sementara untuk realokasi subsidi BBM bisa dalam bentuk fasilitas kredit murah untuk pengadaan truk baru dengan teknologi yang hemat BBM atau sumber energi baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News