Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya harga minyak mentah diperkirakan tidak serta merta mengerek produksi dan investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas).
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, mayoritas lapangan migas di Indonesia sudah tua dan sudah lewat masa puncak produksinya.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi, diperlukan investasi tambahan untuk pengeboran sumur pengembangan maupun penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang tidak murah.
Baca Juga: APSyFI: Ada Potensi Kenaikan Harga Tekstil Hulu Seiring Tren Minyak
“Investasi tambahan untuk pengeboran sumur pengembangan maupun teknologi EOR tidak murah dan membutuhkan tahunan untuk implementasinya, seringkali justru tidak ekonomis,” ujar Moshe kepada Kontan.co.id, Selasa (8/2).
Di sisi lain, tingginya harga minyak mentah saat ini, menurut Moshe, juga belum tentu mendorong investasi di sektor hulu migas. Moshe bilang, pelaku usaha umumnya lebih suka melakukan investasi saat harga rendah namun stabil ketimbang saat harga tinggi namun volatil. Hal ini lantaran investasi migas membutuhkan jangka waktu yang panjang.
Sementara itu, harga minyak mentah yang belakangan bertahan di atas US$ 80 per barel dan sempat menembus angka US$ 90 per ton, menurut Moshe, kemungkinan tidak akan berlangsung lama, berdasarkan preseden yang ada sebelumnya.
“Dan juga (ada) tekanan terhadap oil demand ke depannya karena transisi energi,” imbuh Moshe.
Sedikit informasi, saat ini, harga minyak mentah sudah cukup tinggi, bahkan sempat sampai menembus US$ 90 per ton.
Pada Selasa (8/2), harga minyak West Texas iIntermediate (WTI)di New York Mercantile Exchange ada mengalami sedikit penurunan, namun masih berada di atas level US$ 80 per barel, tepatnya US$ 89,59 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News