Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggenjot produksi minyak dan gas (migas) sebagai upaya mencapai swasembada energi. Setidaknya, dalam dua bulan terakhir, sejumlah proyek migas telah diresmikan di era Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo pada Jumat (16/5) telah meresmikan produksi perdana dua lapangan minyak dan gas bumi (migas) yaitu Lapangan Forel dan Terubuk, yang terletak di Wilayah Kerja (WK) South Natuna Sea Block B, Provinsi Kepulauan Riau.
Produksi dari dua lapangan yang dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Medco E&P Natuna Ltd ini akan menambah pasokan energi nasional sebesar 20.000 Barrel of Oil per Day (BOPD) minyak dan 60 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) gas, setara total produksi sekitar 30.000 Barrel Oil Equivalent per Day (BOEPD).
Baca Juga: Proyek Migas Medco Energi (MEDC) di Lapangan Forel dan Terubuk Resmi Berproduksi
Sebelumnya Kontan mencatat, pada Rabu (16/4), proyek Akatara milik Jadestone Energy (Lemang) Pte Ltd resmi beroperasi memproduksi gas dari Lapangan Akatara di Wilayah Kerja (WK) Lemang, Provinsi Jambi.
Proyek hulu migas senilai US$ 130 juta atau setara Rp 2 triliun ini akan mengurangi ketergantungan impor LPG. Proyek Akatara memproduksi gas sebesar 25,7 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), yang diolah menjadi 185 metrik ton LPG per hari, atau setara dengan 2.000 barel minyak. Kondensat yang dihasilkan mencapai 1.000 barel per hari. Total produksi setara 6.600 barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD).
Pada sambutannya, Prabowo menyampaikan peresmian ini merupakan momen yang bersejarah bagi sektor migas Indonesia, dalam mendukung tercapainya swasembada energi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
"Ini adalah suatu momen yang bersejarah dalam perjalanan bangsa kita untuk mencapai swasembada energi nasional, yaitu peresmian Proyek Forel dan Proyek Terubuk," kata Prabowo secara virtual dari Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/5).
Pada laporannya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan total investasi Proyek Forel dan Terubuk mencapai US$ 600 juta, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 2.300 orang pada masa konstruksi. Bahlil juga menyebutkan bahwa proyek ini adalah proyek asli Indonesia.
"Proyek ini mempunyai nilai strategis karena yang punya adalah anak kandung daripada Republik Indonesia, karena pekerjanya juga semua anak-anak negara Republik Indonesia. Termasuk kapal FPSO (Floating Production, Storage, and Offloading) pertama juga adalah buatan 100% TKDN Indonesia," kata Bahlil.
Bahlil juga melaporkan bahwa kedua lapangan ini adalah bagian dari pengembangan potensi minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B, yang mendukung kebijakan Presiden Prabowo untuk meningkatkan produksi migas hingga 1 juta barel per hari.
Baca Juga: Tingkatkan Lifting Migas, Proyek Sumur Natuna Milik Medco Akan Diresmikan Besok
"Dalam rangka menerjemahkan arah kebijakan Bapak Presiden, yang telah mencanangkan pada 2029-2030, kita harus menciptakan produksi kita sekitar 900 ribu sampai dengan 1 juta barel," tegas Bahlil.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto menambahkan, keberhasilan dimulainya produksi kedua lapangan ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam membangun ekosistem investasi energi yang sehat dan kompetitif.
Secara terpisah, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti menilai langkah ini baik untuk menambah pasokan diversifikasi energi Indonesia, terutama untuk subtitusi LPG di Jambi.
"Pada saat ini, Indonesia memang sangat perlu untuk meningkat produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. Arah ini sudah on the right track, tetapi masih belum signifikan untuk meningkatkan produksi," kata Yayan kepada Kontan, Minggu (18/5).
Praktisi migas Hadi Ismoyo menilai peresmian proyek migas patut diapresiasi, seperti proyek Natuna yang baru diresmikan dan diperkirakan menambah produksi 15.000–20.000 barel minyak per hari (bopd), serta proyek LPG di Jambi yang menambah sekitar 60.000 ton per tahun.
"Tambahan ini cukup signifikan di tengah tantangan eksplorasi, dan sangat membantu menekan impor LPG nasional yang mencapai sekitar 6 juta ton per tahun," kata Hadi kepada Kontan, Minggu (18/5).
Baca Juga: Proyek Lapangan Akatara Mulai Produksi
Namun, lanjut Hadi, penting dicatat bahwa keberlanjutan pasokan energi tidak hanya dilihat dari produksi awal, tetapi juga dari cadangan terbukti. Karena ukuran cadangan proyek-proyek baru ini relatif kecil, plateau produksinya pendek dan akan cepat mengalami penurunan.
Oleh karena itu, lapangan-lapangan kecil tersebut belum cukup untuk menopang target produksi nasional sebesar 1 juta bopd maupun swasembada energi. Pemerintah perlu keluar dari zona nyaman dan mengambil langkah agresif untuk eksplorasi besar-besaran demi menemukan cadangan raksasa seperti yang terjadi di Guyana.
Hadi menambahkan, tim 9 Eksplorasi Kementerian ESDM telah merekomendasikan enam klaster yang berpotensi menjadi giant discovery, termasuk di Jawa Timur dan Papua. Pemerintah diharapkan segera menindaklanjuti melalui kolaborasi dengan kontraktor asing atau melalui penugasan khusus kepada Pertamina untuk mempercepat realisasi eksplorasi skala besar.
Selanjutnya: Presiden Prabowo akan Bertemu Raja dan Perdana Menteri Thailand Besok, Ini Agendanya
Menarik Dibaca: Gaet 8.000 Pelari, BFI RUN 2025 Menularkan Energi Positif Menuju Gaya Hidup Sehat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News