kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kelapa Sawit Tidak Dapat Alokasi Pupuk Subsidi, Ini Kata Apkasindo


Rabu, 06 April 2022 / 21:25 WIB
Kelapa Sawit Tidak Dapat Alokasi Pupuk Subsidi, Ini Kata Apkasindo
ILUSTRASI. Luas Kebun Sawit Terus Bertambah:


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan membatasi penyaluran pupuk subsidi. Hal ini karena naiknya harga pupuk di pasar internasional dampak kondisi perang Rusia – Ukraina.

Pupuk yang akan disubsidi nantinya hanya pupuk urea dan NPK. Selain itu, pupuk subsidi diantaranya untuk padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, kakao dan tebu rakyat.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian juga telah berkirim surat ke semua manajemen PT Pupuk Indonesia (Persero) di seluruh provinsi terkait rekomendasi Panja Komisi IV DPR RI tentang perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi. Dalam surat tersebut, tidak ada alokasi pupuk subsidi untuk tanaman kelapa sawit.

Baca Juga: Kementan: Pembatasan Pupuk Subsidi Dilakukan Mulai Juli 2022

Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung mengatakan, adanya surat tersebut menjadi ironis disaat petani kelapa sawit selama ini sudah mensubsidi biodiesel yang dipakai oleh publik. Begitu juga dengan minyak goreng sawit (MGS) jenis curah yang beredar luas, juga disubsidi oleh petani kelapa sawit.

"Memang disubsidi petani. Sebab duit Pungutan Ekspor (PE) US$ 365/Ton CPO yang dipakai untuk mensubsidi biodiesel dan minyak goreng itu adalah duit petani sawit juga,” kata Gulat saat dihubungi Kontan, Rabu (6/4).

Gulat mengatakan, faktanya ketika PE terbaru tersebut digulirkan, harga tandan buah segar (TBS) petani langsung tertekan hampir Rp 800 per Kg TBS dari sebelumnya sudah Rp 4.500 per Kg TBS.

Gulat menyatakan, petani kelapa sawit sangat merasakan dampak PE tersebut. Tidak butuh 24 jam karena sebelum kebijakan tersebut berlaku pasar sudah meresponnya. Jadi, wajar jika dapat dikatakan bahwa petani kelapa sawit juga telah ikut mensubsidi kepentingan negara ini.

“Kami tidak keberatan, namun sebaliknya "bangga" sudah berguna untuk bangsa ini. Tapi, giliran kepentingan petani sawit (kelompok tanaman perkebunan) tentang pupuk kami tidak masuk dalam kelompok petani yang diprioritaskan,” kata Gulat.

Gulat mengungkapkan urusan biosolar juga begitu. Mobil angkutan TBS petani tidak boleh memakai biosolar, ini hampir berlaku disemua SPBU di 22 Provinsi Apkasindo.

Padahal yang membayar selisih harga solar dengan CPO tersebut adalah duit PE juga, yang notabene merupakan uang pekebun sawit rakyat juga.

“Sekali lagi saya sampaikan kami bangga, sebagai garda terdepan stabilisator perekonomian negara ini. Tapi ya sesekali yang prinsip-prinsip diperhatikanlah kami petani sawit ini,” ujar Gulat.

Namun demikian, Gulat menyebut, Apkasindo sebagai petani sawit mengambil hikmahnya saja. Ia mengatakan, sejak 2016 dana sarana prasarana sebanyak ratusan miliar dari BPDPKS masih belum pernah termanfaatkan oleh petani kelapa sawit.

Sebab itu, Apkasindo akan menuntut hak di BPDPKS supaya khusus pupuk dimasukkan dalam komponen yang disubsidi oleh BPDPKS. Tidak ada pilihan lain karena biaya pupuk dan pemupukan di perkebunan sawit mencapai 60% dari total biaya produksi.

Baca Juga: Pupuk Indonesia Sebut Bahan Baku Pupuk Masih Terjaga

“Jika kondisi pupuk mahal ini tidak teratasi maka petani sawit se Indonesia akan enggan memupuk, dampaknya adalah produksi TBS kami akan anjlok dan semua akan dirugikan jadinya,” ungkap Gulat.

Gulat menuturkan, petani sawit tidak manja. Akan tetapi faktanya sampai sekarang banyak sekali persoalan yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Seperti kebun petani sawit masih terus-terusan diklaim dalam kawasan hutan, padahal UU Cipta Kerja sudah 1,5 tahun berlalu.

“Saya mewakili teman-teman petani sawit dari Sabang-Merauke memaklumi bahwa keuangan negara saat ini sedang sulit, semua negara mengalami hal yang sama, namun Petani sawit juga warga negara Republik Indonesia, berharap mendapat hak yang sama untuk keadilan berbangsa dan bernegara ini, dan harapan kami petani sawit saat ini hanya di BPDPKS, gak ada pilihan lain,” jelas Gulat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×