Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pemerintah terus mendorong penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyebutkan setidaknya butuh 15-20 tahun lagi jenis kendaraan listrik mendominasi pasar di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Rachmat Kaimuddin mengatakan dibutuhkan waktu untuk mengubah market penerimaan pasar dari market yang sudah ada sekarang.
"Kita hitung-hitung di Menko Marves ya mungkin masih 15-20 tahun lagi supaya ini bisa menjadi dominan. Karena hari ini ada 20 juta mobil, 120 juta motor, itu pasti butuh waktu untuk market, penerimaan pasarnya naik dulu dan mengganti yang sudah ada," ungkap dia dalam acara Multi Stakeholder Consultation Meeting Persiapan Pasokan BBM untuk Penerapan BBM Euro 4, Jumat (09/08).
Penggunaan kendaraan listrik ungkapnya juga berpengaruh pada penurunan emisi yang berdampak pada masalah polusi udara dan kesehatan. Namun, karena dominasi kendaraan listrik masih dirasa lama, Rachmat bilang hal yang bisa dilakukan pemerintah sekarang adalah memperbaiki kualitas BBM untuk menurunkan emisi gas buang kendaraan, dengan menaikkan standarnya menjadi Euro 4.
Baca Juga: Mengapa Penerapan BBM Standar Euro 4 Terlambat? Inilah Penjelasannya
"Sebenarnya ini bukan sesuatu yang sulit dari sisi teknologi. Karena standar Euro 4 itu dari 2005 sebenarnya. Jadi di luar negeri sudah dari dulu, bahkan standar sekarang yang dipakai di berbagai negara yang lain, itu sudah memasuki Euro 6," katanya.
Penerapan BBM rendah sulfur dengan standar Euro 4 sebenarnya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 yang disahkan tanggal 10 Maret 2017.
Di pasal 8 Permen tersebut tertera standard emisi Euro4 wajib terpenuhi paling lambat 1 tahun 6 bulan untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, CNG dan LPG. Sementara untuk kendaraan bermotor berbahan bakar diesel paling lambat 4 tahun sejak aturan tersebut berlaku. Artinya, bahan bakar pendukung untuk kendaraan bermotor spesifikasi Euro 4 harusnya sudah tersedia.
Rachmat juga menambahkan agar dapat melaksanakan Euro 4 diseluruh wilayah Indonesia, PT Pertamina (Persero) harus menambah pasokan. Namun disisi lain, ia mengungkap cost untuk menambah pasokan ini diusahakan tidak membebani APBN atau dibebankan kepada masyarakat pengguna BBM.
"Jadi waktu itu yang saat ini kita lagi bicarakan adalah, bisa gak sih kita tetap, satu menjaga masyarakat kita, harganya gak naik, tapi kita perbaikin kualitas BBMnya. Bisa gak seperti itu? Ya bisa-bisa aja, tapi ada biayanya. Nah, biayanya siapa yang tanggung? Harapan kita biayanya gak nambah dong ke pemerintah," katanya.
Meski tidak menjabarkan secara rinci, dirinya menyinggung pengalihan subsidi BBM terutama subsidi yang saat ini dirasa masih tidak tepat sasaran.
"Nah, supaya gak nambah (biaya), salah satu cara yang kita pikirkan adalah, bisa gak yang orang-orang yang kaya ini, gak usahlah dia diberikan subsidi BBM. Tapi yang miskin atau yang membutuhkan lah, gak semua miskin juga kan. Jadi yang naik motor, naik mobil kecil, kendaraan umum, taksi online, angkutan-angkutan, dan sebagainya-sebagainya, itu tetap dapat," tutupnya.
Baca Juga: Dapat Subsidi, BBM Rendah Sulfur Harganya Sama dengan Biosolar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News