Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai mengimplementasikan penarikan kewenangan perizinan pertambangan dari pemerintah daerah. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) pada 18 Juni 2020 lalu telah mengirimkan surat edaran yang berisi larangan memberikan izin pertambangan baru bagi seluruh gubernur di Indonesia.
Ketentuan itu menyusul diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan minerba (UU Minerba) pada 10 Juni 2020, serta masa penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan dari UU Minerba yang baru itu.
Baca Juga: Permintaan melambat, begini prospek saham batubara di sisa 2020
Mengenai hal ini, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pun memberikan tanggapannya. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menilai, kebijakan ini dapat dilihat sebagai masa transisi untuk menata kembali hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pertambangan.
Menurutnya, persoalan tersebut menjadi salah satu dasar pertimbangan dari adanya revisi UU Minerba terdahulu, yakni UU Nomor 4 Tahun 2009. Hendra mengatakan, hal-hal terkait perizinan memang menjadi kewenangan pemerintah, dan pelaku usaha pun harus patuh terhadap kebijakan yang digariskan.
"Urusan kewenangan itu ranahnya pemerintah. Korporasi sebagai kontraktor dari pemerintah hanya mengikuti apa yabg digariskan oleh pemerintah melalui aturan perundang-undangan," sebut Hendra kepada Kontan.co.id, Minggu (21/6).
Di masa sekarang, Hendra menilai, tidak menjadi soal jika perizinan baru tidak diterbitkan. Mengingat bisnis batubara yang sedang tertekan pandemi covid-19, dan kondisi kelebihan pasokan (oversuplly) di pasar batubara domestik maupun global.
Baca Juga: UU Minerba terbit, Kementerian ESDM melarang gubernur menerbitkan izin tambang baru
"Dalam kondisi oversupply adanya izin-izin operasi produksi baru tentu akan menambah kondisi oversuplly sehingga dapat menekan harga," kata Hendra.
Kata dia, salah satu sisi positif dari penarikan kewenangan izin ke pemerintah pusat ialah pengendalian produksi yang bisa lebih efektif. "Namun demikian daerah tetap mendapatkan manfaat yang lebih besar dari penerimaan negara dan ikut berperan dalam pengelolaan pertambangan minerba," sambungnya.
Yang jelas, pemerintah mesti segera menyusun PP aturan pelaksanaan UU Minerba yang baru agar pengaturan tentang perizinan ini menjadi jelas. "Yang perlu segera diatur adalah PP yang mengatur perihal kewenangan tersebut," pungkasnya.
Baca Juga: Dua proyek PLTU Toba Bara (TOBA) masih berlangsung di tengah pandemi corona
Sebelumnya Kontan.co.id memberitakan, Surat yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia ini ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Dirjen Minerba Rida Mulyana, atas nama Menteri ESDM. Dalam surat edaran Ditjen Minerba tertanggal 18 Juni 2020 itu, ada lima poin yang disampaikan untuk para gubernur di seluruh Indonesia. Kelima poin tersebut ialah:
Pertama, dengan berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2020, pelaksanaan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba oleh Pemerintah Daerah Provinsi yang telah dilaksanakan berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 dan undang-undang lain yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah di bidang pertambangan minerba, tetap berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak 10 Juni 2020, atau sampai dengan diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 3 Tahun 2020.
Kedua, dalam jangka waktu pelaksanaan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba (sebagaimana yang dimaksud pada poin pertama), gubernur tidak dapat menerbitkan perizinan yang baru sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 tahun 2009 dan undang-undang lain yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah di bidang pertambangan minerba.
Baca Juga: Bisa jadi IUPK, ini harapan Vale usai 20% sahamnya diserap holding tambang BUMN
Ketiga, penerbitan perizinan yang baru (sebagaimana dimaksud dalam poin kedua), berupa penerbitan:
a. Izin Usaha Pertambangan (IUP)
b. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
c. Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan
d. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
e. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus pengangkutan dan penjualan
f. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), dan
g. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk penjualan.
Keempat, penerbitan perizinan dan non-perizinan selain sebagaimana dimaksud pada poin ketiga, berupa:
a. Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi
b. pemberian perpanjangan terhadap perizinan yang telah diterbitkan, sebagaimana dimaksud pada poin ketiga
c. penyesuaian perizinan dalam rangka perubahan status penanaman modal, dan
d. persetujuan dan rekomendasi terkait pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha pertambangan minerba.
Dalam jangka waktu pelaksanaan pengelolaan kewenangan sebagaimana dimaksud poin pertama, dapat diproses penerbitannya setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Toba Bara (TOBA) ingin pertahankan kinerja positif di sisa 2020, berikut strateginya
Kelima, terhadap permohonan perizinan yang telah diajukan kepada gubernur sebelum tanggal 10 Juni 2020 dan belum diterbitkan perizinan sampai dengan berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2020 tidak dapat dilanjutkan proses penerbitannya, sesuai dengan ketentuan Pasal 173 C UU Nomor 3 tahun 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News