kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ESDM: Perlu ada akselerasi demi kejar target bauran EBT 23%


Jumat, 14 Agustus 2020 / 14:32 WIB
Kementerian ESDM: Perlu ada akselerasi demi kejar target bauran EBT 23%
ILUSTRASI. Energi baru terbarukan


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merasa perlu upaya akselerasi pemanfaatan sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) demi mencapai target bauran 23% di 2025 mendatang.

Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM Hariyanto bilang, dari potensi EBT sebesar 420 Giga Watt (GW), pemanfaatannya baru mencapai 10,4 GW. Bahkan pengembangan EBT secara rata-rata dalam setahun masih tergolong rendah.

"Realisasi dan target ini masih harus terus dikejar sehingga jika mengikuti proyeksi business as usual saat ini maka pengembangan EBT baru sebesar 500 MW per tahun oleh karena itu target bauran 23% di 2025 tidak akan tercapai," kata Hariyanto dalam diskusi virtual, Jumat (14/8).

Baca Juga: Menteri ESDM soroti pengembangan bioenergi dan energi samudera dalam pemanfaatan EBT

Hariyanto mengungkapkan, dengan realisasi bauran yang baru mencapai 12,9% maka perlu ada upaya khusus demi mengejar target yang ditetapkan. Selain itu, pengembangan EBT juga diharapkan dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 50% sampai 60%.

Pasalnya, dalam komitmen Paris Agreement, Indonesia berkomitmen menurunkan 29% emisi gas rumah kaca di 2030 mendatang. 

Di sisi lain, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengungkapkan pandemi Covid-19 juga memberi peluang untuk pengembangan EBT terlebih terjadi fluktuasi harga energi fosil.

"Kalau kami lihat dampaknya untuk pembangkit EBT tidak separah dengan pembangkit non EBT, ini membuka peluang untuk bisa lakukan recovery dengan manfaatkan EBT," ungkap Harris dalam kesempatan yang sama.

Ia mengungkapkan sejumlah alasan mengapa pengembangan EBT patut jadi fokus, antara lain investasi energi bersih setiap US$ 1 bakal memberi imbal hasil sebesar US$ 3 sampai US$ 8. Adapun,total pasar investasi energi rendah karbon di Indonesia mencapai US$ 38,9 miliar.

Selain itu daya saing EBT yang lebih baik ketimbang energi fosil mengingat fluktuasi harga yang terjadi. Pengembangan EBT juga diyakini bakal berkontribusi pada terciptanya lapangan kerja yang lebih banyak ketimbang non-EBT.

Harris melanjutkan, sejumlah upaya akselerasi akan dilakukan terkhusus oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Baca Juga: PGN perluas pemanfaatan gas bumi lewat kerja sama antar BUMN

Sebelumnya, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menuturkan, masih ada selisih antara sejumlah target yang ditetapkan. "Tahun 2019, kapasitas aktual terpasang EBT PLN 7,8 GW sementara dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) adalah 12,8 GW di 2024 nanti.

Target ini masih memiliki selisih sekitar 3,5 GW dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebesar 16,3 GW," terang Zulkifli.

Adapun, dari target RUPTL proporsi EBT baru mencapai 20% dari target kapasitas terpasang 16,3 GW. Jumlah tersebut juga masih memiliki selisih sekitar 3,6 GW dengan target dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan proporsi EBT 23% untuk 2025 mendatang.

Zulkifli melanjutkan, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah langkah demi mencapai target yang ditetapkan.

Dalam upaya mengejar target dalam RJPP, PLN bersiap mengimplementasikan seluruh target pengembangan pembangkit EBT. Dari 12,8 GW kapasitas terpasang nantinya diharapkan proporsi EBT meningkat dari 11% menjadi 16%.

"Kemudian green booster lewat cofiring biomassa dari sini kita akan tingkatkan suplai dari listrik EBT dengan cofiring. Kedua adalah dediselisasi, mengurangi ketergantungan pembangkit diesel," ungkap dia. 

Baca Juga: PLN raih sertifikasi sistem manajemen anti penyuapan (SMAP) SNI ISO 37001:2016

Zulkifi menilai, kedua langkah ini perlu dilakukan mengingat sejumlah komponen untuk panel solar masih harus diimpor. Ia memastikan pihaknya menghindari impor dalam upaya mengembangkan EBT.

Langkah lain yang bakal ditempuh PLN yakni melalui pemanfaatan luasan 5% area waduk atau bendungan untuk pembangunan PLTS Apung.

Zulkifli menerangkan, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Kementerian PUPR guna mengoptimalkan rencana ini.

"Pemanfaatan waduk multiguna lewat kerjasama dengan PUPR melalui pemanfaatan waduk, bendungan yang ada sehingga bersifat multiguna selain irigasi dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Juga tidak akan kesulitan untuk pembebasan lahan," pungkas Zulkifli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×