Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) menganggap tahun 2018 bukan tahun yang sulit bagi industri pengemasan kertas. Hanya saja, perusahaan mengaku terganjal dengan modal kerja yang kurang untuk meraih pencapaian bisnis.
Sonie Budi Wijaya, Direktur Utama Kertas Basuki Rachmat memperkirakan, pasar kertas kemasan diperkirakan cenderung naik tahun ini, baik kuantitas maupun harga produknya. "Itu jadi salah satu kesempatan bagi pabrik kertas, terutama untuk packaging. Masih banyak peluang yang bisa dieksplorasi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (26/1).
Apakah ada keinginan perseroan menambah kapasitas produksi? Sonie tak menampik ada keinginan yang besar untuk peningkatan produksi. "Tapi saat ini kami konsenstrasi untuk penambahan modal kerja, kami tengah cari dan usahakan," katanya.
Lebih lanjut Sonie mengatakan, saat ini ada beberapa potensial sumber pendanaan, hanya saja perseroan masih menindaklanjutinya.
"Ada yang dari dalam negeri dan luar negeri. Kami belum bisa open soal siapanya. Kami menunggu kepastian dari pihak calon investor tersebut, masing-masing tengah menjaga tidak terlalu terbuka di market," sebutnya.
Perseroan menargetkan langkah usahanya agak ada peningkatan pada peforma bisnis, setidaknya kestabilan dalam produktivitas dapat berjalan terus. "Kuncinya kami dapatkan modal kerja. Selama belum dapat modal kerja maka tidak ada pencapaian yang optimal. Oleh karena itu kami tidak pikir mau berapa (target bisnis) dulu, tapi dapat modal kerja dulu," urai Henry Priantoro, Direktur Kertas Basuki Rachmat Indonesia menambahkan kepada KONTAN hari ini.
Sampai kuartal keempat 2017 lalu, KBRI hanya memproduksi 3.000 ton, artinya produksi tiap bulan sebesar 1.000 ton. Padahal, kapasitas terpasang mesin pabrik mencapai 15.000 ton per bulannya.
Menurut Henry, agar bisa mencapai break event point setidaknya produksi pabrikan KBRI di Banyuwangi harus bisa mencapai titik 11.000 ton per bulan. Untuk menggenjot produksi sebanyak itu perseroan setidaknya perlu dana US$ 10 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News