kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ketersediaan infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas bumi di Indonesia


Kamis, 02 September 2021 / 17:47 WIB
Ketersediaan infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas bumi di Indonesia
ILUSTRASI. Fasilitas produksi migas Pertamina


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

“Untuk terus mengembangkan lapangan kita memerlukan insentif dari pemerintah. Terima kasih kepada Kementerian ESDM yang sudah memberikan insentif untuk Wilayah Kerja Mahakam,” katanya.

Baca Juga: Infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas di sektor kelistrikan

Sementara dari sisi sektor kelistrikan, PLN terus berupaya meningkatkan pemanfaatan gas pada pembangkit listrik. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, permintaan gas diproyeksikan meningkat dari 364 Triliun British Thermal Unit (TBTU) pada 2021 menjadi 547 TBTU pada 2030.

Meski demikian, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero) E. Haryadi mengungkapkan, ada sejumlah tantangan dan hambatan untuk mengimplementasikannya.

Antara lain permintaan gas rata-rata berada dalam sistem pembangkit yang terisolasi dan kapasitas terpasangnya tidak begitu besar. Keberadaannya juga tersebar di seluruh penjuru Indonesia.

Selain itu, pengembangan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) juga harus bersaing dengan sumber energi lain yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT).

“Ini berkaitan dengan harga. Kita harus bisa mengkalkulasikan mana yang lebih murah antara PLTG dengan EBT. Itu tantangan penyediaan gas, bagaimana membuat solusi bagi kami untuk yang lebih murah,” katanya.

Haryadi mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2030 sendiri ada penurunan permintaan. Hal tersebut berdasarkan perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi.

Ia mengungkapkan, pada 2010 pertumbuhan ekonomi berkisar 6-7 persen sedangkan sejak 2015 melandai di kisaran 5 persen. “Elastisitas energi listrik menurun sampai 0,5 persen. Ini berarti ada penurunaan untuk listrik dan power system,” katanya.

Baca Juga: Pemerintah siap guyur insentif untuk menarik minat investasi hulu migas

Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja mengatakan, sektor industri memiliki permintaan gas yang besar, hanya saja yang menjadi persoalan ialah infrastruktur yang belum sepenuhnya tersambung.

Selain itu, belum semua pelaku industri  dalam tujuh sektor industri yang mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBTU mendapatkan harga gas yang sama. Alhasil kebutuhan gas industri tidak sepenuhnya bisa tercukupi.

“Kalau bicara menggunakan 3 ribu MMSCFD pada dasarnya secara praktik menggunakan lebih dari itu, kita mengatakan 6-7 ribu MMSCFD,” katanya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×