Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM-Kemenkop UKM Temmy Satya Permana mengatakan, tantangan yang acap kali dihadapkan para pelaku UMKM Indonesia saat ini yakni soal tersedianya bahan baku hingga maraknya barang impor ilegal.
Terdata sebanyak 19 juta pelaku UMKM yang sudah masuk ekosistem digital, namun sayangnya kebanyakan dari mereka bertindak sebagai reseller bukan sebagai produsen. Ditambah lagi dengan barang yang dijual merupakan barang impor ilegal.
Baca Juga: BNI Catat Portofolio kredit UMKM Berorientasi Ekspor Capai Rp 22 triliun
"Kebanyakan pelaku UMKM ini adalah reseller bukan produsen. Banyak dari mereka menjual produk bukan produksi sendiri. Bahkan UKM produsen justru sulit untuk menjualnya. Perlu adanya perlindungan konsumen, produsen dan perlindungan pasar karena banyak barang yang beredar ini ilegal, tidak memiliki sertifikat halal, dan tidak memiliki SNI," kata Temmy saat acara Bincang Dua Puluh harian Kompas dan Lazada Indonesia di Hotel Fairmont Senayan (27/09).
Lebih lanjut Temmy mengatakan, perlu adanya seleksi ketat dari pihak marketplace terkait UMKM yang menjual produk impor ilegal tersebut, karena dianggap merugikan produk UMKM lokal.
Saat ini, UMKM produsen dalam negeri sulit untuk menjual produk mereka di dalam maupun untuk mengekspor. Selain bersaing dari segi harga dan barang impor ilegal yang jauh lebih murah.
"UMKM produsen justru sulit untuk menjual produk mereka, dimana harga barang di marketplace justru lebih murah dibandingkan harga mereka. Sementara jika produk kita mau keluar (ekspor) susah sekali, persyaratannya banyak dan dipersulit," kata Temmy.
Baca Juga: Cerita Sukses CEO Brand Fashion ZM Zaskia Mecca Haykal Kamil Bertahan Saat Pandemi
Lebih lanjut Temmy mengatakan, perlu adanya seleksi ketat dari marketplace terkait UMKM yang menjual produk impor ilegal tersebut. Pasalnya, merugikan produk UMKM lokal.
Saat ini Pemerintah tengah fokus untuk memberdayakan UMKM Produsen agar lebih banyak lagi pelakunya. Namun tantangan bagi pelaku produsen dalam negeri juga diakui masih sulit untuk menjual produk mereka di dalam negeri maupun untuk mengekspor. Selain bersaing dari segi harga dan barang impor ilegal yang jauh lebih murah.
"UMKM produsen justru sulit untuk menjual produk mereka, dimana harga barang di marketplace justru lebih murah dibandingkan harga mereka. Sementara jika produk kita mau keluar (ekspor) susah sekali, persyaratannya banyak dan dipersulit," kata Temmy.
Tantangan lainnya juga berkaitan dengan pelaku UMKM yang belum bisa memenuhi permintaan kebutuhan pasar atas produk mereka. Temmy bilang "Banyak yang punya skill/produk tertentu tapi tidak bisa dijual dipasaran. Mereka bisa produksi tapi kapasitas kecil, begitu ada repeat order yang banyak mereka kelabakan.
Sebagai pelaku UMKM, Chief Executive Officer (CEO) PT Kals Corpora Indonesia (Kals) Haykal Kamil membenarkan hal ini, dimana tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis miliknya adalah terkait bahan baku produk yang sulit didapatkan di dalam negeri.
Baca Juga: Dorong Pengembangan UMKM, Ini yang Dilakukan OJK
"Nah tantangan lainnya saat produk tersebut banyak permintaan, kita sendiri malah kewalahan untuk memenuhinya. Faktornya juga disebabkan oleh bahan baku produk yang harus diimpor dari luar negeri akan lebih mudah jika bahan baku tersebut mudah didapat di dalam negeri," kata Haykal kepada Kontan.co.id.
Hingga September, penyerapan produk barang dan jasa dalam negeri masih di kisaran 39%. Faktor lainnya yang menjadi penghambat pelaku UMKM dalam penjualannya adalah kurangnya akses dan juga literasi digital terkait penggunaan teknologi.
Mengatasi hal ini Kemenkop UKM telah melakukan pemberdayaan kepada para pelaku UMKM. Temmy bilang "Tugas kami adalah memberdayakan secara kualitas dari produk yang mereka jual, juga bagaimana mereka menjual barangnya menggunakan digitl. Selain kami ada 22 KL (Kementerian/Lembaga) yang sama-sama menangani memberdayakan UMKM".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News