Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah menetapkan tarif untuk mineral ikutan dalam pertambangan nikel, khususnya kobalt, yang selama ini belum memiliki nilai jual yang jelas.
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengatakan, langkah ini dinilai lebih efektif dibandingkan rencana pemerintah menaikkan tarif royalti nikel dari 10% menjadi progresif di kisaran 14-19%.
“Negara sedang butuh dana. Nah, kenapa tidak mengambil penerimaan dari barang yang selama ini terbuang? Dengan begitu, pengusaha juga bisa tersenyum, tidak hanya dibebani. Negara tetap mendapatkan pemasukan dan pengusaha pun mendapat tambahan pendapatan,” ujar kata Meidy kepada Kontan, Selasa (25/03).
Baca Juga: Dibanding Kenaikan Royalti Minerba, APNI Minta Harga Mineral Acuan Direvisi
Menurutnya, kenaikan royalti nikel justru akan semakin membebani pelaku usaha tambang di tengah tren penurunan harga komoditas.
Apalagi, Indonesia merupakan produsen kobalt terbesar kedua di dunia, sehingga pembenahan harga kobalt bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Selama ini kobalt tidak memiliki harga, nilainya tidak diperhitungkan,” lanjut Meidy.
Baca Juga: APNI Sebut Potensi Penurunan Ekspor Imbas, Wajib Parkir DHE 100% Selama Setahun
Padahal, kobalt kini menjadi komponen utama dalam produksi baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC), yang banyak dibutuhkan dalam industri kendaraan listrik. Ia menambahkan, negara-negara lain bahkan iri dengan kekayaan kobalt Indonesia, tetapi ironisnya, mineral tersebut masih dianggap gratis.
“Kita sudah punya produknya, tapi materialnya masih gratis. Sayang sekali, negara kehilangan potensi penerimaan,” tuturnya.
Seharusnya, kata Meidy, ada pendapatan yang bisa diperoleh, tetapi belum ditetapkan aturannya. Untuk itu, daripada menaikkan royalti nikel, lebih baik mengambil penerimaan dari mineral ikutan seperti kobalt.
Baca Juga: Wacana Tarif Royalti Minerba Naik, APNI Ungkap Potensi Penutupan Lahan
Selanjutnya: FTSE Lakukan Rebalancing, Simak Saham-Saham Rekomendasi Analis Berikut
Menarik Dibaca: Tes Kesehatan Otak Mudah dengan Aplikasi BrainEye
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News