kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.759.000   -6.000   -0,34%
  • USD/IDR 16.600   -40,00   -0,24%
  • IDX 6.236   74,40   1,21%
  • KOMPAS100 884   15,16   1,75%
  • LQ45 697   15,99   2,35%
  • ISSI 196   0,74   0,38%
  • IDX30 366   8,49   2,37%
  • IDXHIDIV20 443   9,73   2,24%
  • IDX80 100   1,98   2,01%
  • IDXV30 106   1,12   1,07%
  • IDXQ30 121   2,95   2,50%

Ketimbang Menaikkan Royalti Nikel, APNI Minta Pemerintah Atur Harga Kobalt


Selasa, 25 Maret 2025 / 19:29 WIB
Ketimbang Menaikkan Royalti Nikel, APNI Minta Pemerintah Atur Harga Kobalt
ILUSTRASI. Proyek Nikel Kobalt Huayue di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah menetapkan tarif untuk mineral ikutan dalam pertambangan nikel, khususnya kobalt, yang selama ini belum memiliki nilai jual yang jelas.

Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengatakan, langkah ini dinilai lebih efektif dibandingkan rencana pemerintah menaikkan tarif royalti nikel dari 10% menjadi progresif di kisaran 14-19%.

“Negara sedang butuh dana. Nah, kenapa tidak mengambil penerimaan dari barang yang selama ini terbuang? Dengan begitu, pengusaha juga bisa tersenyum, tidak hanya dibebani. Negara tetap mendapatkan pemasukan dan pengusaha pun mendapat tambahan pendapatan,” ujar kata Meidy kepada Kontan, Selasa (25/03).

Baca Juga: Dibanding Kenaikan Royalti Minerba, APNI Minta Harga Mineral Acuan Direvisi

Menurutnya, kenaikan royalti nikel justru akan semakin membebani pelaku usaha tambang di tengah tren penurunan harga komoditas.

Apalagi, Indonesia merupakan produsen kobalt terbesar kedua di dunia, sehingga pembenahan harga kobalt bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Selama ini kobalt tidak memiliki harga, nilainya tidak diperhitungkan,” lanjut Meidy.

Baca Juga: APNI Sebut Potensi Penurunan Ekspor Imbas, Wajib Parkir DHE 100% Selama Setahun

Padahal, kobalt kini menjadi komponen utama dalam produksi baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC), yang banyak dibutuhkan dalam industri kendaraan listrik. Ia menambahkan, negara-negara lain bahkan iri dengan kekayaan kobalt Indonesia, tetapi ironisnya, mineral tersebut masih dianggap gratis.

“Kita sudah punya produknya, tapi materialnya masih gratis. Sayang sekali, negara kehilangan potensi penerimaan,” tuturnya.

Seharusnya, kata Meidy, ada pendapatan yang bisa diperoleh, tetapi belum ditetapkan aturannya. Untuk itu, daripada menaikkan royalti nikel, lebih baik mengambil penerimaan dari mineral ikutan seperti kobalt.

Baca Juga: Wacana Tarif Royalti Minerba Naik, APNI Ungkap Potensi Penutupan Lahan

Selanjutnya: FTSE Lakukan Rebalancing, Simak Saham-Saham Rekomendasi Analis Berikut

Menarik Dibaca: Tes Kesehatan Otak Mudah dengan Aplikasi BrainEye

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×