Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah penurunan harga batubara, beberapa produsen batubara berhasil menorehkan kinerja yang ciamik sepanjang semester pertama tahun ini.
Misalnya saja PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk. Emiten berkode saham BOSS ini berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 22,77% menjadi Rp 11,70 miliar pada semester 1 2109, padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp 15,15 miliar.
Baca Juga: CPO dan batubara menjadi pengaruh terbesar untuk indeks harga perdagangan
Pertumbuhan laba bersih ini sejalan dengan kenaikan pendapatan mereka pada semester 1 2019, pendapatan bersih BOSS bertumbuh 28,07% jadi Rp 173,90 miliar dari sebelumnya Rp 135.00 miliar.
Direktur Keuangan BOSS, Widodo Nurly Sumady mengungkapkan adanya peningkatan kinerja ini lantaran perusahaan memproduksi batubara kalori tinggi.
"Hingga akhir Juni, BOSS telah merealisasikan produksi batubaranya sekitar 180.000 metrik ton, meningkat dibanding periode yang sama tahun 2018 yang sebesar sekitar 115.000 metrik ton," paparnya pada Kontan.co.id, Kamis (1/8).
Baca Juga: Kinerja Emiten Grup Bakrie, BUMI mengecewakan tapi BRMS, ENRG dan BNBR Memuaskan
Pada tahun ini perseroan menargetkan produksi 500.000 metrik ton batubara. Ia bilang, BOSS menjajakkan batubara ke Korea, Taiwan dan Jepang yang berani membeli dengan harga yang baik dan permintaannya cukup stabil. Sebagai informasi mereka memproduksi batubara dengan kalori di atas 6.000 kcal/kg.
Selain BOSS, kinerja keuangan PT United Tractors Tbk (UNTR, anggota indeks Kompas100) juga kinclong selama paruh pertama 2019. Pendapatan UNTR sebesar Rp 43,32 triliun atau naik 11,24% daripada periode yang sama tahun lalu Rp 38,94 triliun.
Nah dari lini bisnis kontraktor serta penambangan, perseroan memperoleh Rp 19,27 triliun naik 10,55% dari kontribusi pada semester pertama 2018 Rp 17,43 triliun.
Baca Juga: Produksi coking coal United Tractors (UNTR) melonjak 98,24% pada Semester I 2019
Corporate Secretary United Tractors Sara K Loebis menyatakan tahun ini perusahaan menargetkan produksi batubara 9 juta ton. Hingga Juni 2019 sudah terealisasi 4,92 juta ton.
Sara optimis pihaknya mampu mengejar target produksi pada semester 2 2019. Sebagai informasi, UNTR juga memproduksi batubara dengan kalori tinggi dan batubara kokas.
Ia menambahkan bisnis coking coal masih menarik lantaran harga jual yang juga lebih baik. “Batubara kami semua diekspor untuk power plant yaitu yang high calorie thermal dan steel plant yang coking untuk pasar Asia,” ungkapnya.
Baca Juga: Semester I 2019, Petrosea (PTRO) catat volume OB 58,32 juta BCM
Pada 2019 UNTR memasang target produksi coking coal sebanyak 1,5 juta ton atau hampir dua kali lipat dari realisasi produksi tahun 2018.
Hingga semester 1 2019, UNTR memproduksi 674.000 ton batubara kokas. Nilai ini naik 98,24% dari realisasi produksi pada semester satu tahun lalu 340.000 ton.
Tak hanya UNTR, salah satu produsen batubara kokas yakni PT Adaro Enegry Tbk juga menggeluti bisnis coking coal. Head of Corporate Communications Adaro Energy Febriati Nadira menyampaikan perusahaan melihat industri baja menunjukkan tren yang positif, sehingga pengembangan batubara kokas juga menjadi menjanjikan.
“Seiring dengan produksi dan konsumsi baja yang bertumbuh, permintaan batubara kokas masih akan meningkat,” imbuhnya.
Baca Juga: BKPM mencatat investasi di sektor pertambangan terus merosot
Sampai kuartal pertama tahun ini AMC memproduksi 33.000 metrik ton dan menjual batubara kokas 28.000 metrik ton. Sedangkan Kestrel secara keseluruhan memproduks 1,8 juta ton dan menjual 1,6 juta ton batubara kokas keras.
Analis Jasa Capital Utama Sekuritas Chris Apriliony memproyeksi bisnis batubara kokas masih cukup baik karena harga jual yang tergolong tinggi, walau tetap terkena dampak penurunan harga batubara.
"Untuk penurunan harga batubara sendiri coking coal akan ikut turun, tetapi karena margin yang cenderung lebih tinggi sehingga perusahaan seharusnya masih dapat profit, hanya saja akan berkurang," ungkapnya pada Kontan.
Baca Juga: Semester I 2019, laba Bumi Resource (BUMI) anjlok 42,9%
Lebih lanjut, ia bilang meski harganya tergolong lebih tinggi, akan tetapi cadangan batubara kokas ini tidak banyak sehingga volume penjualannya juga masih rendah.
Ia menambahkan batubara kokas juga kebanyakan terletak pada daerah yang sedikit dalam sehingga penambangannya juga membutuhkan biaya yang lebih tinggi.
"Batubara kokas ini mempunyai nisbah kupas yang tinggi dengan volume yang cenderung lebih sedikit dibandingkan batubara biasanya tetapi harga jualnya lebih tinggi," pungkasnya.
Baca Juga: Penjualan batubara Harum Energy (HRUM) naik 6,5% di semester I 2019
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News