kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KKP kembangkan tepung spirulina skala rumah tangga


Senin, 27 Agustus 2018 / 21:50 WIB
KKP kembangkan tepung spirulina skala rumah tangga
ILUSTRASI. Area pertambakan


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JEPARA. Besarnya kebutuhan pakan dalam kegiatan budidaya ikan termasuk kebutuhan mikroalga sebagai pakan alami untuk benih ikan atau udang pada fase pembenihan, mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan tepung ikan berbahan baku Spirulina. Pengembangan produk ini berpotensi menekan impor pakan ternak.

Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan, inovasi tepung ini akan dapat mengatasi masalah impor tepung spirulina di Indonesia yang selama ini yang dipergunakan di tingkat pembudidaya ikan berasal dari India dan Tiongkok.

“KKP terus mendorong pengembangan inovasi ini karena usaha ini dapat dilakukan skala rumah tangga dengan modal yang kecil, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan,” kata Slamet dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Senin (27/8).

Menurut Slamet, inovasi teknologi kultur spirulina skala rumah tangga ini juga merupakan bagian dari gerakan pakan mandiri (GERPARI) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi melalui peningkatan efisiensi pakan dalam usaha pembudidayaan ikan.

Lisa Ruliaty, Perekayasa Madya pada Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP berhasil mengembangkan inovasi teknologi produksi tepung Spirulina secara sederhana di tingkat pembudidaya ikan atau skala rumah tangga.

Dengan temuan tersebut, pembudidaya mampu menyediakan kebutuhan pakan tambahan bagi benih ikan atau udang secara mandiri. Lebih lanjut, teknologi ini juga dapat dijadikan usaha alternatif bagi pembudidaya ikan maupun masyarakat umum.

Sebagai informasi, Spirulina merupakan jenis mikroalga yang sangat potensial sebagai sumber makanan alami baik untuk hewan maupun manusia.

Kandungan protein di dalamnya mencapai 55 – 70%, lipid 4 – 6%, karbohidrat 17 – 25%, asam lemak tidak jenuh majemuk seperti asam linoleat dan linolenat, beberapa vitamin seperti asam nikotinat, riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin B12), mineral, asam-asam amino, dan bahan aktif lainnya seperti karotenoid, pigmen klorofil, dan fikosianin.

Sebagai contoh 1 are (0,4646 hektare) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi. Sehingga spirulina sangat menjanjikan dikembangkan di Indonesia.

Lisa menyampaikan bahwa sasaran produksi secara sederhana ini adalah untuk pasar feed grade yaitu sebagai pakan tambahan bagi hewan ternak, sehingga standar untuk feed grade pasti dapat terpenuhi secara skala rumah tangga.

Kemudian pasar untuk feed grade juga dapat digunakan sebagai pakan tambahan ikan, udang, ikan hias, juga imunostimulan pada unggas.

“Pembudidaya ikan dapat membuat pasta dan tepung Spirulina sebagai feed aditif bagi ikan, karena tidak membutuhkan modal yang besar dan dapat dilakukan skala rumah tangga, serta sebagai usaha alternatif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan,” terang Lisa.

Sebagai gambaran, usaha rumahan ini hanya membutuhkan biaya investasi sebesar Rp3.116.500 untuk pembuatan lemari pengering, membeli plastik mika, spatula, blender, chiller dan blower, sedangkan biaya produksi per siklus hanya Rp89.000 untuk pembuatan media pupuk dan kebutuhan listrik.

Di mana kultur dilakukan pada bak beton volume 10 m3 diperoleh produk tepung per siklus kultur sebanyak 567 gram dengan harga jual Rp300 per gram tepung. Keuntungan per siklus kultur sebesar Rp81.100, sedangkan keuntungan produksi sebulan (6 siklus = 5 hari) sebesar Rp486.600.

“Usaha produksi tepung Spirulina memberikan Benefit of Cost Ratio sebesar 1,9 dengan waktu pengembalian modal investasi 6,4 bulan, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif usaha bagi masyarakat,” tegasnya.

Teknologi ini telah diaplikasikan pada pelaku pembibitan ikan hias dan ikan lele di Kab. Bandung dan Kab. Purworejo serta dalam proses pengembangan oleh “planktonshop” di Purworejo dan Gresik dengan melakukan modifikasi pengeringan pasta Spirulina.

Atas jasanya ini Lisa mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia, yang diserahkan saat perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73, tanggal 17 Agustus 2018 yang lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×