Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
Lisa menyampaikan bahwa sasaran produksi secara sederhana ini adalah untuk pasar feed grade yaitu sebagai pakan tambahan bagi hewan ternak, sehingga standar untuk feed grade pasti dapat terpenuhi secara skala rumah tangga.
Kemudian pasar untuk feed grade juga dapat digunakan sebagai pakan tambahan ikan, udang, ikan hias, juga imunostimulan pada unggas.
“Pembudidaya ikan dapat membuat pasta dan tepung Spirulina sebagai feed aditif bagi ikan, karena tidak membutuhkan modal yang besar dan dapat dilakukan skala rumah tangga, serta sebagai usaha alternatif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan,” terang Lisa.
Sebagai gambaran, usaha rumahan ini hanya membutuhkan biaya investasi sebesar Rp3.116.500 untuk pembuatan lemari pengering, membeli plastik mika, spatula, blender, chiller dan blower, sedangkan biaya produksi per siklus hanya Rp89.000 untuk pembuatan media pupuk dan kebutuhan listrik.
Di mana kultur dilakukan pada bak beton volume 10 m3 diperoleh produk tepung per siklus kultur sebanyak 567 gram dengan harga jual Rp300 per gram tepung. Keuntungan per siklus kultur sebesar Rp81.100, sedangkan keuntungan produksi sebulan (6 siklus = 5 hari) sebesar Rp486.600.
“Usaha produksi tepung Spirulina memberikan Benefit of Cost Ratio sebesar 1,9 dengan waktu pengembalian modal investasi 6,4 bulan, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif usaha bagi masyarakat,” tegasnya.
Teknologi ini telah diaplikasikan pada pelaku pembibitan ikan hias dan ikan lele di Kab. Bandung dan Kab. Purworejo serta dalam proses pengembangan oleh “planktonshop” di Purworejo dan Gresik dengan melakukan modifikasi pengeringan pasta Spirulina.
Atas jasanya ini Lisa mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia, yang diserahkan saat perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73, tanggal 17 Agustus 2018 yang lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News