kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KKP tangani kematian massal ikan di danau Toba


Rabu, 29 Agustus 2018 / 09:56 WIB
KKP tangani kematian massal ikan di danau Toba
ILUSTRASI. Danau Terdalam di Indonesia - Danau Toba


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangani kasus kematian massal ikan di Danau Toba,kelurahan Pintu Sona Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang diperkirakan mencapai 180 ton dengan taksiran kerugian diperkirakan sedikitnya Rp 2,7 miliar dengan asumsi harga ikan Rp 15.000,- per kg.

Mengutip rilis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (29/8), KKP telah menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan guna menindaklanjuti kasus kematian massal ikan tersebut.

Tim Satgas yang diwakili para ahli perikanan budidaya pada Balai Perikanan Budidaya Ait Tawar (BPBAT) Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan ini bertugas untuk mengidentifikasi sekaligus memetakan penyebab teknis dan sumber dampak atas kematian massal ikan, sekaligus memberikan arahan guna menentukan langkah-langkah yang dapat diambil.

Anggota Tim Satgas, Ahmad Jauhari menjelaskan bahwa hasil monitoring kualitas perairan dan investigasi di lapangan setidaknya ada tiga dugaan sementara penyebab kematian massal ikan tersebut yakni terjadinya penurunan suplai oksigen bagi ikan, kepadatan ikan dalam KJA yang terlalu tinggi, dan lokasi KJA terlalu dangkal, sementara dasar perairan merupakan lumpur.

Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrem dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan dan suhu air di bawahnya, inilah yang mengakibatkan terjadinya pergerakan masa air dari bawah ke permukaan.

“Cuaca ekstrem telah memicu upwelling. Jadi, pergerakan massa air secara vertical ini membawa nutrient dan partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang, apalagi lokasi KJA cukup dangkal dan sustratnya berumpur. Di samping itu, jika kami lihat, ternyata kepadatan ikan dalam KJA juga terlalu tinggi, sehingga sangat mengganggu sirkulasi oksigen,” jelas Jauhari.

Tim Satgas juga merekomendasikan agar untuk sementara waktu aktivitas KJA di hentikan terlebih dahulu sekitar dua bulan, agar perairan bias me-recovery kondisinya seperti semula.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya di Jakarta, mengungkapkan keprihatinannya atas musibah tersebut.

Slamet menyatakan bahwa kasus upwelling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara periodik khususnya pada kondisi cuaca ekstrim. Untuk itu, menurutnya perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.

“Kasus up-welling di perairan umum ini, secara periodic selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem. Karakteristiknya sama di hampir seluruh perairan umum. KKP sebenarnya terus-menerus telah mengimbau masyarakat untuk melakukan pengelolaan budidaya secara bertanggungjawab misalnya menerapkan manajemen pakan yang lebih efisien, sumber pakan yang sedikit mengandung phosphor, pengaturan kepadatan tebar, pengaturan jadwal budidaya hingga pengaturan jumlah KJA yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan yang ada,” jelas Slamet.

Ia menambahkan, disisi lain masalah perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik, begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Oleh karenanya, ia mengimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya jangka panjang.

Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah di atur dalam berbagai regulasi, di antaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.

“Zonasi peruntukan budidaya juga telah kita atur agar sesuai dengan Perpres. Khusus untuk Kawasan budidaya di kelurahan Pintu Sona, Kecamatan Pangururan ini, memang sejak tahun 2016 lalu tim kajian dari Litbang KKP sudah rekomendasikan untuk dipindah ke lokasi yang lebih dalam. Mengingat hasil kajian kesesuaian, lokasi saat in terlalu dangkal yakni di bawah 30 meter dan berada di teluk, padahal idealnya minimal 30 meter dan ini riskan karena arus yang minim,” imbuhnya.

Berkaitan dengan upaya menyikapi kerugian ekonomi, Slamet menyatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten guna menentukan langkah selanjutnya terkait dukungan yang diperlukan.

Sebelumnya hasil kajian yang dilakukan oleh tim dari Litbang KKP telah merekomendasikan batas maksimum daya dukung kapasitas produksi di perairan danau Toba maksimal sebanyak 50.000 ton per tahun.

Hal ini, untuk menjaga status tropic danau Toba berada pada ambang batas yang normal. Saat ini Pemerintah sedang mengatur dan menertibkan KJA yang ada di danau Toba agar sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×