Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai dapat mengoptimalkan pendapatan negara dengan menarik lebih banyak frekuensi dari perusahaan hasil merger.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyoroti izin merger yang dikeluarkan oleh Kominfo untuk Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia ). Menurut Uchok, syarat yang diberikan Kominfo tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang ingin mengoptimalkan pendapatan negara baik itu dari pajak maupun non pajak.
Menurut Uchok jika Kominfo memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), seharusnya Kominfo dapat menarik lebih banyak frekuensi dari perusahaan hasil merger Indosat dan Tri Indonesia.
Terlebih lagi jumlah pelanggan perusahaan hasil merger tersebut dinilai Uchok tidak akan sebanyak yang diperkirakan banyak orang. Terlebih lagi pasca registrasi prabayar yang diberlakukan pemerintah, maksimal satu NIK hanya boleh memiliki tiga nomor dalam satu operator.
Uchok memperkirakan akan banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia ada yang overlap dan mungkin banyak pelanggan dengan NIK yang sama memiliki no lebih dari 3 untuk Indosat dan Tri Indonesia. Jika Kominfo tegas menjalankan aturan registrasi prabayar, Uchok memastikan akan banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia yang berguguran karena dipaksa untuk melakukan unreg. Karena banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia memiliki paket aktif yang panjang.
Baca Juga: Merger ISAT dan Tri Indonesia dinilai akan memberikan dampak maksimal pada 2024–2026
"Karena pelanggannya turun, seharusnya pemerintah bisa lebih banyak menarik frekuensi yang dimiliki oleh Indosat dan Tri Indonesia. Perkiraan saya jumlah yang harusnya ditarik oleh Kominfo bisa lebih ketika merger XL dan Axis. Menurut saya Presiden Joko Widodo harus segera turun tangan untuk menginvestigasi alasan Kominfo hanya menarik 2x5 MHz. Padahal Presiden tengah membutuhkan tambahan dana untuk menambal APBN,"ungkap Uchok dalam keterangan pers, Jumat (19/11).
Ketika XL dan Axis melakukan merger, Kominfo dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan untuk menarik frekuensi perusahaan hasil penggabungan sebanyak 2x10 Mhz di pita 2100 MHz. Pada saat itu jumlah pelanggan XL dan Axis pasca merger dan cleansing (membersihkan pelanggan yang produktif) 60 juta. Sebab ketika operator hendak melakukan aksi korporasi, mereka menaikan jumlah pelanggannya.
Menurut Perhitungan Uchok, jika Kominfo mau menarik frekuensi lebih banyak dari merger Indosat dan Tri Indonesia, maka pemerintah dipastikan bisa mendapatkan tambahan PNBP lebih besar lagi. Jika mengacu pada harga lelang frekuensi 2017, pemenang lelang harus membayar 3x harga lelang yaitu Rp 1,3 triliun (harga lelang Rp 423 miliar).
"Jika melihat hanya 2x5 MHz frekuensi yang diambil negara, itu menunjukan dengan jelas Kominfo tak mendukung program Presiden Jokowi untuk mendapatkan dana APBN. Jika Kominfo menarik 2x20 MHz, maka negara bisa mendapatkan PNBP Rp 5 triliun. Dana tersebut signifikan untuk PNBP negara di saat pandemik dan negara kesulitan mendapatkan pajak seperti saat ini. Harusnya semua kementerian lembaga mendukung program Presiden Joko Widodo meningkatkan PNBP. Karena tak memaksimalkan PNBP, Kominfo harus diingatkan oleh Presiden,"kata Uchok.
Baca Juga: Pasca merger, Indosat (ISAT)-Tri akan dukung transformasi digital Indonesia
Selain itu syarat persetujuan izin merger lainnya yang diberikan oleh Kominfo kepada Indosat dan H3I tidak transparan dan tidak mencerminkan tujuan Presiden Jokowi yang ingin mempercepat transformasi digital di Indonesia. Menurut Uchok, jika Kominfo ingin mendukung program percepatan dan transformasi digital, seharusnya Kominfo mewajibkan Indosat dan H3I membangun lebih banyak dari yang disampaikan dalam proposal merger mereka.
Karena frekuensi adalah milik Negara, seharusnya Kominfo dapat memaksa perusahaan hasil merger Indosat dan H3I untuk membangun di daerah Indonesia Timur yang saat ini belum tersedia jaringan. Sehingga penguasaan dan penggelolaan frekuensi menjadi insentif bagi operator telekomunikasi.
Sehingga kewajiban pembangunan yang disampaikan Indosat dan H3I di dalam proposal merger menurut Uchok harusnya dibuka kepada publik secara luas agar masyarakat dapat menilai rencana pembangunan mereka. Sebab selama ini Indosat dan H3I hanya membangun di daerah yang menguntungkan saja.
"Dengan memegang sumber daya terbatas yang banyak harusnya Kominfo memberikan tambahan kewajiban membangun kepada Indosat dan H3I setara dengan operator lain yang memegang frekuensi yang sama. Tak adil bagi operator lain yang memiliki frekuensi kecil namun diberikan beban membangun yang jauh lebih besar dari Indosat dan H3I. Enak saja Indosat dan H3I hanya membangun di daerah yang menguntungkan saja. Disini pentingnya intervensi negara dalam mengatur pengelolaan sumberdaya terbatas,"pungkas Uchok.
Selanjutnya: Pasca merger, Indosat (ISAT)-Tri akan dukung transformasi digital Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News