Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Dalam paparannya disebutkan, harga ekspor yang diterima market memang relatif lebih rendah dibandingkan harga domestik. Alasannya, pertama, kargo ekspor tersebut masuk kategori yang perlu segera dijual atau dalam kondisi mendesak.
Kedua, penjualan kargo mendesak ini dilakukan sangat terbatas. Yakni dijual 1 cargo dengan volume 30.000 Kiloliter (KL) demi menghindari terhentinya operasi kilang.
Dalam catatan Pertamina, kapasitas produksi solar minimum telah melewati kapasitas storage nasional. Padahal, demand solar anjlok pada masa pandemi covid-19 menjadi rata-rata 10,6 juta barel - 12,9 juta barel, dalam kumulatif mulai bulan April 2020. Dibandingkan demand normal yang sebesar 13,5 juta barel.
Baca Juga: Ini 5 keuntungan konversi BBM ke BBG bagi nelayan
"Apabila kilang RU V melewati kondisi kapasitas produksi minimum, dapat menyebabkan kilang harus dimatikan dengan potensi kerugian yang sangat besar," ujar Tallulembang.
Sebagai informasi, pada Sabtu (5/9) telah dilakukan pengapalan dan penyaluran perdana produk High Speed Diesel (HSD) 50 PPM Sulphur dari Pertamina Refinery Unit V Balikpapan ke Malaysia sejumlah 200,000 Barrels atau setara dengan 31,800 KL melalui kapal MT. Ridgebury Katherine Z.
Kapal yang mengangkut produk HSD 0.005-%S akan menempuh waktu 4-5 hari hingga sampai ke Malaysia dengan nilai ekspor US$ 9.5 Juta.
Selanjutnya: Mulai ada tren, asing hanya ingin biayai korporasi yang ramah lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News