kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45887,73   13,33   1.52%
  • EMAS1.365.000 0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konglomerat Indonesia Ramai-Ramai Masuk ke Bisnis Smelter


Jumat, 17 Mei 2024 / 20:09 WIB
Konglomerat Indonesia Ramai-Ramai Masuk ke Bisnis Smelter
ILUSTRASI. PT Aneka Tambang (antam) Tbk ANTM terus mendorong percepatan proyek hilirisasi yang sedang berjalan saat ini selesai tepat waktu. Konglomerat Indonesia Ramai-ramai Masuk ke Bisnis Smelter


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli

Selain itu, ada PT Trimegah Bangun Persada (NCKL) atau Harita Nickel yang di akhir 2023 kembali membangun pabrik smelter HPAL kedua yang konstruksinya sudah 74% pada akhir Februari 2024. KONTAN mencatat, Harita Nickel membangun smelter berbasis high pressure acid leach (HPAL) berkapasitas 65 ribu ton per tahun akan beroperasi pertengahan 2024.

Sementara itu, proyek pembangunan smelter aluminium milik PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) ditargetkan mulai produksi pada tahun depan. 

Direktur Adaro Minerals Wito Krisnahadi mengatakan proyek smelter aluminium Grup Adaro dengan kapasitas produksi tahap I sebesar 500.000 ton ingot (batangan aluminium) terus berjalan dan diharapkan smelter ini akan beroperasi bertahap secara komersial mulai kuartal III-2025.

Baca Juga: Hilirisasi Batubara Masih Menghadapi Sejumlah Kendala

"Di [proyek] aluminium smelter kami masih melakukan konstruksi karena kita harapkan mulai produksinya di tahun depan masih di 500.000 ton ingot yang merupakan tahap 1 pembangunan lagi masif-masifnya. Harapannya pada kuartal IV 2025 atau kuartal I 2026 mencapai full kapasitas produksi," kata Wito, Rabu (20/3).

KONTAN mencatat, PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk (SMGA) berencana membangun pabrik pengolahan alias smelter pada 2026. Smelter ini akan menggunakan teknologi terbaru, yang bisa menaikan kadar nikel sampai di angka 60%. Output dari smelter ini adalah nikel matte.

Emiten Grup Astra melalui, PT United Tractors Tbk (UNTR) telah mengakuisisi Nickel Industries Limited (NIC). Nickel Industries Limited mencuil peluang pasar bahan baku baterai kendaraan listrik.

Perusahaan asal Australia itu berencana membangun fasilitas pengolahan High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Nickel-Cobalt Hydroxide Precipitate (MHP), Nikel Sulfat (NiSO4), dan katoda nikel bersama Tsingshan dan mitra lainnya di  Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi.

Menanggapi ramainya perusahaan asal Indonesia yang membangun smelter, pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, masuknya para konglomerat di Indonesia ke bisnis smelter untuk mematahkan dominasi China agar memberikan nilai tambah dan bisa dinikmati oleh Indonesia.

Baca Juga: Sebelum Perpanjang Kontrak Vale (INCO), Pemerintah Bahas Ketentuan Perpajakan

Ia menilai, masuknya konglomerat ke bisnis smelter akan berdampak baik apalagi di tengah kapasitas smelter di Indonesia yang masih sangat terbatas. 

"Kalau toh ada [smelter] masih didominasi oleh investor dari China, jika ada investor dalam negeri atau pengusaha penambangan nikel atau timah misalnya akan bangun smelter maka akan lebih baik, agar dominasi dari China bisa dipatahkan, karena selama ini masih didominasi oleh China," ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (17/5).

Menurut Fahmy, konglomerat yang masuk ke bisnis smelter ini tentu sudah mengetahui prospek bisnis smelter dalam konteks hilirisasi yang sedang digalakan oleh Presiden Joko Widodo.

Selain itu, Fahmy menekankan bahwa alangkah baiknya bisa membangun industri turunan sampai ke hilir. Jangan seperti saat ini, smelter saat ini dari China adalah turunan pertama dan kedua, lalu diekspor ke China lagi.

"Jadi harus dibangun keterkaitan industri yang menghasilkan produk turunan bahkan untuk nikel kalau bisa dari hulu sampai hilir," tuturnya.

Ia menambahkan, jika tercapai hulu sampai hilir, hilirisasi yang dibanggakan oleh Jokowi akan berhasil dan memiliki nilai tambah yang besar.

"Pada saat itu, Indonesia akan menjadi negara industri atau negara maju," tandasnya.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) Haykal Hubeis mengungkapkan, ada beberapa penyebab yang membuat para konglomerat tersebut tertarik ke smelter.




TERBARU

[X]
×