kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kongsi Tiga Perusahan Bangun Smelter


Rabu, 19 Desember 2012 / 07:00 WIB
Kongsi Tiga Perusahan Bangun Smelter
ILUSTRASI. Karyawan memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. JAKARTA. Pemerintah mengklaim, program pengolahan tambang mineral di dalam negeri mulai membuahkan hasil. Beberapa perusahaan multinasional dikabarkan sudah mengantre untuk masuk ke bisnis ini dan membangun pabrik pengolahan (smelter) bijih mineral.

Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengungkapkan, para investor itu mayoritas ingin membangun smelter alumina. "Ada tiga hingga lima investor yang ingin masuk bisnis hilir pengolahan bauksit menjadi alumina," kata Panggah, Senin (18/12).

Salah satu investor asing yang ingin masuk ke bisnis ini adalah Dubai Aluminium Company Ltd (Dubal). Perusahaan asal Uni Emirat Arab ini siap menjalin kongsi dengan dua perusahaan lokal yakni PT Aneka Tambang dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Panggah mengungkapkan, Dubal saat ini sedang melakukan pendekatan dengan para pemilik izin usaha pertambangan (IUP). Selain itu, perusahaan ini juga melakukan feasibility study bersama mitra-mitra mereka ini. "Rencananya, dalam empat bulan ini sudah bisa dieksekusi," ujar Panggah.

Hanya saja, Chief Executive Officer Dubal, Abdulla JM Kalban belum bersedia terbuka mengenai rencana bisnis mereka di Indonesia. Kata Abdulla, Dubal masih harus melakukan studi kelayakan maupun mengurus berbagai izin di Indonesia. "Masih ada urusan yang harus diselesaikan dulu seperti dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)," ujarnya.

Panggah juga belum bisa menyebutkan rencana kapasitas produksi maupun potensi investasi yang dikucurkan Dubal. Namun, menurut dia, untuk membangun satu unit pabrik pengolahan bauksit dengan kapasitas 2 juta ton hingga 3 juta ton per tahun, kebutuhan investasi mencapai US$ 2 miliar.

Potensi lokasi yang dipilih kongsi ini adalah di Kalimantan Barat. "Wilayah ini sudah terkenal sebagai penghasil bauksit berkualitas sangat baik," kata Panggah.

Tak hanya Dubal, sebelumnya, investor asal negara lain juga menyatakan ingin membangun smelter alumina di Tanah Air. Misalnya saja perusahaan pertambangan asal China, Hainan Joint Enterprise Business Service Co Ltd, yang menggandeng PT Indopura Resources asal Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan bauksit dan alumina atau chemical grade alumina (CGA) di Batam, Kepulauan Riau.

Selain itu juga ada perusahaan asal Rusia, yakni UC Rusia Aluminium Company (Rusal) yang berencana menanamkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar untuk mengolah bauksit menjadi alumina. Besaran investasi tersebut sudah termasuk kontribusi dari perusahaan lokal yang akan menjadi sekondan.

Penghasil alumina

Alumina adalah komoditas hasil olahan dari bauksit. Produk ini menjadi bahan baku industri aluminium hulu dengan produknya aluminium ingot. Kata Panggah, Indonesia adalah salah produsen bauksit terbesar di dunia.

Saat ini, total jumlah cadangan bauksit terbukti di Indonesia mencapai sebesar 108 juta metrik ton. Namun, saban tahun, sebanyak 15 juta metrik ton diekspor dalam bentuk mentah. Padahal alumina juga sangat dibutuhkan industri di dalam negeri.

Seperti diketahui, nilai tambah dari pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina sangat besar. Saat ini harga pasar bauksit mencapai US$ 17 per ton.

Namun, apabila bauksit telah diolah menjadi alumina, harganya bisa melejit sangat tinggi, menjadi sekitar US$ 350 per ton. Bahkan jika alumina bisa diolah menjadi aluminium ingot, harganya bisa melenting makin tinggi lagi, mencapai  sekitar US$ 2.500 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×