Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Berdasarkan hasil riset Forst & Sullivan, cadangan gas bumi di Indonesia bakal meningkat. Meski demikian, konsumsi gas dalam negeri yang terus naik sedangkan Indonesia juga mengekspor gas. Alhasil, jumlah produksi gas tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Padahal, untuk produksi minyak di Indonesia bakal terus melorot karena tidak adanya sumber alternatif dan proyek-proyek baru.
“Di tahun 2021, Indonesia akan menjadi negara pengimpor gas. Karena tingginya konsumsi gas domestik yang tidak bisa diimbangi dengan produksi gas,” ujar Director Energy & Power Systems Frost & Sullivan Asia Pasicif, Subramayu Bettadapura.
Menurut Subramayu, Indonesia harus memaksimalkan produksi dengan cara meningkatkan eksplorasi dan memaksimalkan sumur-sumur yang migas yang ada. Hal ini termasuk juga memaksimalkan sumur tua yang cukup banyak jumlahnya dan potensial untuk dieksploitasi.
Untuk mengoptimalkan potensi gas, Indonesia dapat mengembangkan coal bed methane (cbm) dan shale gas sebagai salah satu alternatif yang bisa diandalkan. Menurut dia, shale gas ini bisa terus dikembangkan untuk di wilayah Timur Indonesia.
Namun, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah guna menarik investor di sektor migas. Seperti rendahnya margin penjualan produk minyak di Indonesia dan rendahnya nilai Return of Investment (ROI) bagi investor.
Pemerintah harus memberikan insentif guna menarik minat investor asing. “Investasi di sektor hulu masih mendominasi peluang yang ada antara lain meningkatnya pasar LNG dan sektor pendukungnya seperti penyediaan FPSO, FLNG dan Marine Support Vessel,” jelas Subramayu.
Meski produksi migas turun terus, investasi migas masih akan terus menarik. Hal ini dilihat dari naiknya belanja modal yang dihabiskan di sektor migas. Berdasarkan data dari Forst & Sullivan, belanja anggaran (capital expenditure atau capex) untuk pengeboran pada tahun ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun lalu.
Pada tahun ini total capex untuk pengeboran sebesar US$ 230 juta. Pada tahun lalu, hanya sekitar US$ 135 juta. Pada tahun depan, diperkirakan capex untuk pengeboran juga akan naik hingga menjadi US$ 235 juta. Total capex yang dihabiskan untuk dana pengeboran sepanjang tahun 2009 hingga 2012 mencapai US$ 735 juta.
Namun, bila dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya, jumlah ini masih lebih kecil. Indonesia hanya menang dari Filipina dan China. Total capex Filipina untuk biaya pengeboran sepanjang 2009 hingga 2012 mencapai US$ 235 juta. Sedangkan untuk capex pengeboran China hanya sebesar US$ 150 juta. Australia, India dan Malaysia justru alokasi capexnya lebih besar. Masing-masing sekitar US$ 1,3 miliar, US$ 820 juta dan US$ 920 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News