kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Langkah IPO Pertamina timbulkan kekhawatiran soal BBM satu harga


Rabu, 29 Juli 2020 / 15:21 WIB
Langkah IPO Pertamina timbulkan kekhawatiran soal BBM satu harga


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Niatan PT Pertamina melakukan Initial Public Offering (IPO) anak usaha menimbulkan kekhawatiran pada kebijakan BBM satu harga.

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Nasdem, Daerah Pemilihan Papua Barat Rico Sia bilang langkah IPO Pertamina membuat masyarakat khususnya wilayah Papua Barat khawatir kebijakan BBM satu harga juga akan berubah.

"Kebijakan Bahan Bakar Minyak satu harga yang ditetapkan Presiden Joko Widodo tahun 2016 lalu, kemungkinan besar akan berubah jika Pertamina menjual sejumlah anak perusahaannya kepada investor swasta," ujar Rico dalam keterangan resmi, Rabu (29/7).

Baca Juga: Pertamina Trans Kontinental konversi bahan bakar kapal dari HSD ke bahan berbasis LNG

Rico menjelaskan, kebijakan IPO bakal membuat kebijakan Pertamina lebih mengarah kepada pencapaian laba sebesar-besarnya ketimbang kesejahteraan sosial.

Selain itu, Rico berpendapat motivasi investor swasta membeli saham sebuah perusahaan adalah keuntungan sebesar-besarnya. Motivasi itu bertentangan dengan semangat kebijakan BBM satu harga yang lebih berorientasi kepada kesejahteraan sosial dan keadilan energi. Ia melanjutkan, hal ini pun akan diteruskan kepada Komisi VII DPR RI yang membidangi urusan energi.

Ia menilai selama ini kebijakan BBM satu harga sangat meringankan beban ekonomi jutaan masyarakat di wilayah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T), terutama Indonesia bagian Timur. Kebijakan itu juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi setempat.

"Sebelum kebijakan BBM satu harga ditetapkan Presiden Joko Widodo, BBM jenis Premium dan Solar di wilayah 3T Indonesia mencapai Rp 60.000 sampai Rp 100.000 per liter, tergantung tingkat kesulitan geografi penyaluran BBM. Harga tersebut sangat memberatkan masyarakat setempat, termasuk nelayan kecil yang harus mengeluarkan biaya ratusan ribu hingga jutaan rupiah setiap hari agar dapat melaut," kata Rico.

Ia menambahkan, kehadiran program BBM satu harga sejak 4 tahun lalu, membuat masyarakat di wilayah 3T di Indonesia dapat menikmati BBM jenis Premium Rp 6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter atau sama dengan wilayah lain di Indonesia.

Baca Juga: Pertamina jamin jaga pengeboran dan cari partner untuk kelola Blok Rokan

Dalam melaksanakan program tersebut, Pertamina mengeluarkan subsidi biaya distribusi sekitar Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per liter. Langkah ini menurut Rico patut diapresiasi dan dipertahankan.

Ia melanjutkan, privatisasi Pertamina berpotensi pengambil keputusan tak lagi sepenuhnya ditangan Pertamina. Hal ini juga bakal berdampak pada kebijakan BBM satu harga yang sangat mungkin berubah karena desakan investor swasta yang tercatat sebagai pemegang saham.

Ia mencontohkan, PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang sejak IPO pada tahun 2003 silam lambut laun mulai menghentikan perluasan penyaluran gas ke rumah-rumah penduduk.

"PGN yang 57% sahamnya dipegang Pertamina (Persero) dan 43% ada ditangan perusahaan swasta domestik dan asing, akhirnya lebih memilih menyalurkan gas ke industri dan usaha komersil. Dalam konteks ini, kepentingan rakyat banyak sudah terpinggirkan,” jelas Rico.

Adapun, merujuk UUD 1945 Pasal 33 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pertamina adalah BUMN yang tidak dapat diprivatisasi. Ia berpendapat, hal tersebut karena Pertamina merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus dikuasai negara.

Baca Juga: Ingin berwirausaha? Ini cara daftar jadi mitra Pertashop atau SPBU mini Pertamina

Disisi lain, Pertamina juga mengekplorasi bumi dan air dan kekayaan alam Indonesia sehingga harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, dalam UU BUMN Pasal 77 juga secara tegas mengatur BUMN yang penting bagi negara tersebut tidak dapat diprivatisasi.

Sekedar informasi, pada awal Juni 2020 lalu, Menteri BUMN Erick Tohir kembali memilih Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama Pertamina. Erick Tohir lalu memberi target kepada Nicke untuk melakukan IPO anak perusahaan Pertamina. Selain itu, langkah restrukturisasi juga dilakukan Pertamina. Lewat pembentukan subholding.

Keenam Subholding tersebut adalah PT Pertamina Hulu Energi (Upstream Subholding), PT Perusahaan Gas Negara (Gas Subholding), PT Kilang Pertamina Internasional (Refinery & Petrochemical Subholding), PT Pertamina Power Indonesia (Power & NRE Subholding), dan PT Patra Niaga (Commercial & Trading Subholding) dan PT Pertamina International Shipping (Shipping Subholding).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×