kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.489   45,00   0,29%
  • IDX 7.736   0,93   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,35   -0,03%
  • LQ45 958   -0,50   -0,05%
  • ISSI 233   0,21   0,09%
  • IDX30 492   -0,18   -0,04%
  • IDXHIDIV20 591   0,64   0,11%
  • IDX80 137   0,04   0,03%
  • IDXV30 143   0,27   0,19%
  • IDXQ30 164   0,00   0,00%

Larang Social Media dan E-commerce Jadi Satu, Ini Penjelasan Mendag


Senin, 25 September 2023 / 15:42 WIB
Larang Social Media dan E-commerce Jadi Satu, Ini Penjelasan Mendag
ILUSTRASI. Belanja online.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan bahwa platform sosial media tidak bisa digabungkan dengan e-commerce. Artinya harus ada pemisahan antara kegiatan sosial media dan e-commerce dalam social-commerce.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyampaikan, berdasarkan hasil rapat bersama Presiden Joko Widodo hari ini (25/9) disepakati bahwa platform social-commerce hanya boleh memfasilitasi untuk promosi produk barang dan jasa di ranah digital. 

"Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung dia hanya boleh promosi. Seperti TV. TV kan iklan boleh, tapi nggak bisa terima uang. Dia semacam platform digital. Tugasnya mempromosikan," tegas Zukifli dalam Konferensi Pers dikutip dalam Kanal YouTube Sekretariat Kabinet, Senin (25/9). 

Kedua, platform sosial media dan e-commerce tidak dapat digabungkan alias harus dipisahkan. Ia menjelaskan dengan demikian tidak ada penguasaan terhadap alogaritma data yang ada di dalamnya. Pemisahan juga ditujukan untuk mencegah adanya penggunaan data pribadi sebagai kepentingan bisnis. 

Baca Juga: Mendag: Social Commerce Hanya Boleh Memfasilitasi Promosi Barang atau Jasa

"Jadi dia harus dipisah. Sehingga algoritmanya itu tidak semua dikuasai. Ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," imbuh Zulkifli. 

Selain itu, pemerintah akan mengatur mengenai daftar positive list atau produk/barang apa saja yang boleh ada di jual dalam sistem perdagangan elektronik. 

"Dulu kita sebut negative list sekarang positive list. Yang boleh-boleh. Kalau dulu negative list itu semua boleh kecuali. Kalau sekarang yang boleh, yang lainnya tidak boleh. Misalnya batik di sini banyak kok ngapain impor batik. Kira-kira seperti itu," jelasnya. 

Zukifli  melanjutkan, dalam aturan tersebut juga dimuat mengenai arus barang masuk. Dimana barang dari luar itu harus sama perlakuannya dengan barang offline di dalam negeri. Misalnya seperti adanya jaminan sertifikat halal, izin Badan POM baik untuk makanan dan produk kecantikan. 

"Kemudian kalau dia elektronik harus ada standarnya. Perlakuan sama dengan yang ada di dalam negeri atau offline. Kemudian (platform) tidak boleh bertindak sebagai produsen. Yang terakhir, transaksi kalau impor kita satu transaksi US$ 100, minimal," tegasnya.

Baca Juga: Pemerintah Resmi Larang Social E-Commerce Bertransaksi, Hanya Boleh Promosi

Adapun aturan ini sudah diputuskan dalam bentuk revisi peraturan menteri perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020. Dimana sore ini Zukifli mengungkapkan ia akan menandatangani revisi yang sudah disepakati tersebut.

"Sudah diputuskan (revisi permendag) hari ini nanti sore saya tanda tangani revisi Permendag 50/2020 menjadi Permendag berapa nanti tahun 2023. Kalau ada yang melanggar seminggu ini tentu ada surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan habis itu kalau ada lagi (melanggar) ditutup," jelasnya. 

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan, yang terjadi saat ini bukan karena produk lokal kalah bersaing di ranah online. Akan tetapi adanya produk-produk impor yang dijual sangat murah di platform digital. 

Oleh karenanya perlu adanya pengaturan arus barang masuk.  Serta mewujudkan perdagangan yang fair antara offline dan online. Misalnya seperti perlakuan yang sama antara barang yang dijual online dengan offline baik sisi kehalalan hingga izin BPOM. 

"Di offline diatur demikian ketat sedangkan di online masih bebas. Kuncinya direvisi permendag tadi. Jadi ada pengaturan mengenai platform tadi sudah clear arahan presiden social commerce harus dipisah dengan e-commerce," jelas Teten.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menjelaskan, perlunya menata fair trade di perdagangan elektronik. Menegaskan negara harus hadir untuk melindungi pelaku UMKM dalam negeri. 

"Jangan barang yang di sana dibanting harga murah, kita klenger. Kita juga tidak mau kedaulatan data kita dipakai semena-mena. Kalau alogaritma-nya sudah sosial media nanti (bisa jadi) e-commerce, nanti fintech, nanti pinjaman online dan lainnya. Inikan semua platform akan ekspansi berbagai jenis. Itu harus kita tata supaya jangan ada monopolistik," kata Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×